Menko Airlangga Tegaskan AZEC Center Untuk Dorong Negara Asia Aktif Pacu Dekarbonisasi
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta, VIVA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan, negara-negara yang tergabung dalam Asia Zero Emission Community (AZEC) harus bisa merumuskan kebijakan. Khususnya yang bisa diaplikasikan di semua negara yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Sehingga, setiap negara tersebut bisa tetap tumbuh dari sisi ekonomi, namun masih bisa secara konsisten melakukan dekarbonisasi guna menurunkan emisi dan memacu transisi energi.
Untuk mengatasi tantangan tersebut secara efektif, Airlangga menekankan perlunya platform kebijakan yang kuat, yang dapat mendorong kolaborasi, berbagi praktik terbaik, dan mengembangkan solusi standar untuk kawasan Asia. Karenanya, para negara anggota AZEC pun sepakat untuk membentuk AZEC Center.
"Kami secara resmi meluncurkan AZEC Center, yang diselenggarakan oleh Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) di Jakarta," kata Airlangga di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 21 Agustus 2024.
Dia berharap, AZEC Center akan memberikan dukungan yang tak ternilai, dalam mengembangkan visi, peta jalan, dan kebijakan untuk memandu upaya dekarbonisasi bersama negara-negara Asia tersebut.
AZEC juga mengusulkan beberapa strategi transisi energi menuju Net Zero Emissions (NZE). Pertama adalah mengembangkan energi bersih terintegrasi, melalui upaya peningkatan konektivitas jaringan listrik regional untuk meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan.
"Secara bersamaan, kami akan berinvestasi pada teknologi baru seperti hidrogen dan amonia, dengan memanfaatkan sumber daya terbarukan yang melimpah. Pendekatan ganda ini akan membantu menyeimbangkan sumber energi terbarukan yang bersifat intermiten, untuk menyediakan tenaga listrik yang stabil," ujar Airlangga.
Kedua, transformasi sektor transportasi melalui revolusi mobilitas, melalui promosi kendaraan generasi berikutnya dan bahan bakar berkelanjutan. Hal itu seiring fokus pada upaya pengembangan infrastruktur yang diperlukan, guna mendukung kebijakan yang memungkinkan transisi ini dilakukan di seluruh wilayah perkotaan dan pedesaan.
"Terakhir adalah mendorong efisiensi di semua sektor yang akan berfokus pada proses industri, sistem pembangunan, dan produk yang dihasilkan. Inisiatif ini akan melibatkan penetapan standar ambisi, pemberian insentif untuk peningkatan, dan mendorong inovasi dalam teknologi hemat energi," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi mengatakan, selain proyek pembangkit EBT, pendanaan dari Jepang juga bakal menyasar pada pengembangan Battery Storage System (BSS) untuk bisa melistriki Indonesi bagian timur.
Selain itu pendanaan untuk tiga proyek hidrogen dan amonia bagi industri pupuk, serta pengembangan dua proyek CCUS.
"Indonesia bagian timur masih banyak menggunakan diesel, penggunaan genset mahal. Lalu juga pengembangan smart grid system jadi kombinasi itu nanti hasilkan listrik lebih stabil," ujarnya.