Jokowi Sebut Rasio Utang RI Paling Rendah di G20 dan ASEAN
- Tangkapan layar Youtube
Jakarta, VIVA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut rasio utang Indonesia masih paling rendah dari negara-negara lain. Terutama dari negara-negara anggota G20 dan di ASEAN.Â
"Rasio utang kita salah satu yang paling rendah di antara kelompok negara G20 dan ASEAN," kata Jokowi dalam pidato penyampaian RUU APBN 2025 beserta nota keuangannya, di gedung DPR MPR, Jumat, 16 Agustus 2024.
Dilansir dari dokumen APBN Kinerja dan Fakta (APBN Kita) termutakhir yaitu edisi Juli 2024, utang pemerintah mengalami peningkatan di akhir Semester I 2024. Per akhir Juni 2024 itu, jumlah utang tercatat sebesar Rp 8.444,87 triliun, naik 1,09 persen dari akhir Mei 2024 yang sebelumnya hanya sebesar Rp 8.353,02 triliun.
Rasio Utang Pemerintah Naik Jadi 39,13 Persen
Kenaikan utang sebesar Rp 91,85 triliun ini menyebabkan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 39,13 persen, meningkat dari 38,71 persen pada akhir bulan sebelumnya.
Umumnya di banyak negara, rasio utang yang lebih tinggi menunjukkan beban utang negara lebih besar dibandingkan ukuran ekonominya, sehingga dapat mengurangi kepercayaan investor dan menaikkan biaya pinjaman karena dianggap lebih berisiko.Â
Namun, menurut  dokumen APBN Kinerja dan Fakta edisi Juli 2024, selama rasio ini masih di bawah batas aman 60%, ekonomi Indonesia dianggap masih aman.Â
"Rasio utang per akhir Juni 2024 yang sebesar 39,13 persen terhadap PDB, tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara," tertulis di dokumen APBN Kinerja dan Fakta edisi Juli 2024.
Puan Kritik Utang Sangat Besar
Dalam pembukaan sebelum Presiden Jokowi berpidato, Ketua DPR Puan Maharani menyebut, dalam lima tahun ini atau di masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pemerintah telah melakukan penarikan utang yang sangat besar. Hal ini dilakukan seiring dengan kondisi perekonomian yang menghadapi beberapa guncangan.
Puan mengatakan, APBN merupakan salah satu instrumen yang strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Namun, APBN juga telah mengalami koreksi sangat dalam untuk menangani berbagai urusan kebutuhan rakyat.
"Penurunan penerimaan perpajakan, dan kebutuhan belanja, subsidi yang meningkat sangat besar. Sehingga pilihan pahit yang kita tempuh dengan penarikan utang yang sangat besar," ujar Puan dalam Pidato Presiden RI tentang RUU APBN Tahun Anggaran 2025 Beserta Nota Keuangannya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024.