Kinerja Industri Tekstil RI Anjlok, Sri Mulyani Akui Kalah Saing Diserbu Produk Impor

Ilustrasi tekstil.
Sumber :
  • Freepik

Jakarta, VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tekanan yang menerpa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Tanah Air. Antara lain disebabkan karena kalah saing dengan produk-produk impor yang makin marak membanjiri pasar domestik.

Terancam PHK, Serikat Pekerja Sektor Tembakau Protes Kenaikan Cukai Rokok

Tercatat, sampai kuartal II-2024, pertumbuhan industri TPT Indonesia berada di angka 0 persen, seiring anjloknya industri mesin yang tumbuh minus 1,8 persen.

Hal itu belum termasuk rendahnya pertumbuhan industri alas kaki yang hanya tumbuh 1,9 persen, dan industri karet yang tumbuh 2,1 persen. 

8 Hal Ini yang Buat Tiket Pesawat jadi Mahal

"Mungkin demand-nya (bagi industri TPT Indonesia) masih memadai. Tapi karena adanya kompetisi dari (produk-produk) impor," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA Edisi Agustus 2024 di kantornya, Selasa, 13 Agustus 2024.

Kencangnya tekanan impor itu diakui Sri Mulyani sampai harus membuat menperin dan mendag, meminta kebijakan untuk menghadapi serbuan impor tersebut melalui pengaturan anti-dumping yang kini sedang disiapkan oleh pemerintah.

Tingkatkan Kualitas Layanan dengan Percepatan Transformasi Digital

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati

Photo :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Implementasinya diakui Sri Mulyani bisa mencakup kebijakan anti-dumping, atau bahkan bea masuk untuk memproteksi industri-industri di dalam negeri.

"Kemarin Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan meminta (bantuan kebijakan), dan sekarang sedang dalam proses. Apakah dalam bentuk anti dumping, apakah bea masuk untuk memproteksi industri dalam negeri," ujar Sri Mulyani.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti (dok: Instagram @smindrawati)

Photo :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Namun secara menyeluruh, Menkeu mengakui bahwa saat ini kinerja industri manufaktur sendiri memang tengah mengalami tekanan. Di mana, per kuartal II-2024 pertumbuhannya hanya sebesar 3,95 persen secara year-on-year (yoy), dibandingkan tahun sebelumnya yang masih tumbuh 4,6 persen (2023) dan 4,9 persen (2022).

"Di situ (industri) tekstil yang sangat tipis, 0 persen atau enggak tumbuh, stagnan. Ini menggambarkan area manufaktur itu memang sedang tertekan akibat persaingan dari barang impor," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya