Strategi OJK Permudah Akses Layanan Keuangan Bagi Penyandang Disabilitas

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, saat melakukan 'Edukasi Keuangan Bagi Penyandang Disabilitas di Kabupaten Toba', Sumatera Utara, Jumat, 9 Agustus 2024
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Toba, VIVA – Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa ada 28 juta penyandang disabilitas di Indonesia, atau setara dengan 10 persen dari total jumlah penduduk. Sayangnya, dari jumlah tersebut, baru ada 22 persen penyandang disabilitas yang memiliki rekening di lembaga keuangan, sehingga masih ada sekitar 78 persen penyandang disabilitas yang belum bisa mengakses layanan keuangan.

Kasus Dugaan Korupsi CSR dari BI dan OJK Diusut KPK

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Friderica Widyasari Dewi menegaskan, hal itulah yang membuat OJK gencar melakukan edukasi agar para penyandang disabilitas itu dapat mengakses layanan keuangan, sebagaimana yang kali ini dilakukan di Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

"Jadi kalau kita bicara tentang literasi dan inklusi keuangan, itu juga harus yang inklusif. Artinya kepada semua, siapa saja masyarakat Indonesia, warga negara Indonesia, termasuk saudara-saudara kita yang difabel," kata Kiki akrabnya disapa di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, Jumat, 9 Agustus 2024.

OJK Cabut Izin Usaha BPR Nature Primadana Capital, Begini Nasib Nasabahnya

Ilustrasi penyandang disabilitas.

Photo :
  • Pixabay

Dia mengatakan, bagi para penyandang disabilitas, mengakses layanan keuangan bukanlah hal yang mudah. Karenanya, OJK mendorong semua pihak bersama-sama membantu agar para penyandang disabilitas bisa dengan mudah mengakses layanan keuangan.

OJK Beri Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha Asuransi Jiwasraya dan Berdikari

"Itu (mengakses layanan keuangan bagi penyandang disabilitas) adalah sesuatu yang sulit dan sebuah kemewahan. Jangankan untuk akses kredit, akses ke layanan keuangan yang dasar saja sulit," ujarnya.

Dia pun membeberkan sejumlah tantangan bagi para penyandang disabilitas, misalnya untuk bisa memiliki rekening tabungan di bank. Dengan spektrum difabilitas yang sangat luas, pihak bank sendiri terkadang kesulitan untuk mengakomodir mekanisme pelayanan bagi para penyandang disabilitas tersebut.

"Misalnya akses untuk masuk ke banknya, terus kemudian kalau perjanjian tuh ada huruf braille-nya gitu. Tetapi kan spektrumnya tuh luas sekali. Jadi memang ini merupakan satu proses yang terus bergulir tentang bagaimana memberikan kemudahan untuk saudara-saudara kita," kata Kiki.

Terlebih, di sektor asuransi sendiri para penyandang disabilitas masih kerap dianggap sebagai penderita penyakit, sehingga para perusahaan asuransi masih enggan untuk memberikan pertanggungan terhadapnya. Hal itu sebagaimana kebingungan pihak perbankan dalam meminta tanda tangan para nasabah penyandang tunanetra, yang juga kebingungan perihal konsistensi bentuk tanda tangannya sendiri.

Karenanya, melalui POJK 22 tahun 2023 yang memiliki petunjuk teknis operasional untuk mendukung kalangan masyarakat difabel, Kiki berharap hal itu dapat memberi layanan yang sama untuk seluruh masyarakat termasuk kaum disabilitas.

"Maka hari ini kita mengandeng Pemerintah Kabupaten Toba, Perwakilan OJK Kantor Sumatera, dan sejumlah pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), untuk bersama- sama melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), memberikan assessment agar bagaimana mereka bisa memberikan kredit bagi yang layak untuk mendapat kredit. Walaupun tentu ada inisiasi tertentu untuk kaum difable ini," ujar Kiki.

"Karena ini jadi tugas kita bersama untuk membantu saudara-saudara kita yang difabel dan meng-empower mereka," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya