Harga Porang Gacor, Petani di Manggarai NTT Dapat Cuan Berkoper-koper
- Jo Kenaru
Manggarai Timur, VIVA – Cukup dengan menggunakan tongkat yang ujungnya setengah diruncing, bonggol demi bonggol Porang begitu gampang dicungkil. Sepintas tanaman umbi tunggal itu tampak seperti ranjau bundar yang dibenamkan di tanah.
Porang yang tumbuh di perbukitan Lando Lomes lebih besar dari ukuran Porang kebanyakan. Itu karena usianya sudah sangat matang.
Sebanyak 47 KK yang tergabung dalam kelompok petani Porang Lando Lomes di Desa Gunung Baru Kecamatan Kotakomba Utara Kabupaten Manggarai Timur Nusa Tenggara Timur melaksanakan panen perdana yang dimulai Senin, 6 Agustus 2024.
Petani Porang di Lando sengaja menunggu waktu panen lebih lama hingga Porang berusia 3 tahun. Porang yang sangat matang sudah tak berbatang lagi tersisa umbinya saja di dalam tanah.
Ukuran Porang di sana juga lebih bongsor. Berat maksimal satu bongkahan besar bisa mencapai 15 kilogram.
Hasil panen tanaman umbi tunggal bernama latin Amorphophallus muelleri itu ditumpuk untuk dicatat dari lahan mana pemiliknya siapa. Sebab cara kerja kelompok ini bersifat gotong royong berdasarkan urutan yang telah ditentukan.
Sedang para pemuda lalu-lalang memikul Porang ke tempat timbang. Mereka menuruni lembah melewati hutan kemiri serta bambu hutan yang tumbuh sambung-menyambung di tepian jalan setapak menuju perkampungan berjarak 5 kilometer dari lokasi panen raya.
Panen Raya Harga Gacor
Logat kental Mbaen khas masyarakat Kota Komba Utara terdengar berisik. Kelompok petani 'Abdi Kasi' begitu bersemangat membincangkan harga Porang yang lagi ‘gacor’ di pasaran.
Agustinus Adil merupakan perintis budidaya Porang di Desa Gunung Baru. Agustinus menuturkan, panen raya ini sekaligus merupakan penjualan perdana dengan harga melejit tembus Rp9.000 per kilogram.
“Ini berkat Tuhan untuk kami. Di panen raya ini harga Porang lagi bagus dan pembelinya langsung datang kemari dengan harga bagus. Kami senang investor bawa memang uang berkoper-koper ke sini,” ujar Agustinus kepada VIVA di lokasi panen raya di bukit Lando Lomes, Selasa 6 Agustus 2024.
Sambil memperlihatkan uang ratusan juta yang diletakkan di atas tumpukan Porang, Agustinus Adil mengatakan, produksi Porang pada panen raya pertama ini diperkirakan mencapai 800 ton untuk Porang berusia 3 tahun di atas lahan seluas 6 hektare.
“Yang dipanen hari pertama ini untuk yang usia 3 tahun. Ukuran Porang di sini besar-besar dari bibit lokal ya. Berat maksimal mencapai 15 kilo. Porang yang terkecilnya 5 sampai 7 kilo. Tahap berikutnya kami memanen Porang usia 2 tahun,” terang Agustinus dengan wajah sumringah.
“Kami dapat harga bagus lebih tinggi dari yang dibayangkan Pak. Pembeli bawa langsung uang miliaran untuk membeli Porang dari bukit Lando Lomes ini. Saya baru lihat yang namanya uang berkoper-koper dibawa ke sini,” tambah Agustinus.
Tanam Porang Setelah Studi di Jepang
Diceritakan Agustinus, geliat menanam Porang memang dimulai pada tahun 2019. Saat itu Agustinus mulai memindahkan anakan Porang dari hutan ke lahan miliknya.
Sebagai perintis, Agustinus berjuang keras menularkan semangat menanam Porang kepada keluarga terdekat dan warga lainnya. Kemudian pria 54 tahun ini mengajak beberapa orang petani di kampung Lando untuk membentuk kelompok tani Porang.
Bak gayung bersambut, kampanye Porang mendapat respons positif. Alhasil Agustinus berhasil menghimpun 80 petani. Propaganda Agustinus bisa dipercaya sebab saat itu ia baru saja pulang studi pertanian dan manajemen kepepimpinan kelompok tani selama 9 bulan di Asian Rural Institute (ARI) Jepang.
Di negeri Sakura pria yang hanya lulusan sekolah dasar itu mempelajari cara mengolah lahan pertanian berikut pembuatan pupuk organik berbahan arang.
“Di ARI kami diajarkan cara bercocok tanam yang benar. Mengolah lahan kering menjadi sumber ekonomi. Di sana saya juga belajar khusus budi daya Porang dan pemupukannya. Saya kuat di situ sehingga teman-teman petani di sini yakin sama saya,” kata Agustinus.
“Modal pelatihan kepemimpinan selama magang di Jepang saya menerapkan kerja gotong royong kepada kelompok petani yang saya bentuk dan puji Tuhan itu berjalan baik. Nama kelompok kami Abdi Kasi tanpa (h),” imbuhnya.
Dijelaskan Adil, Porang yang ditanam pada 2021 itu baru dipanen sekarang karena kebetulan juga harga jual Porang pada 2 tahun belakangan anjlok. Tapi Agustinus terus meyakini kelompoknya bahwa harga Porang membaik lagi pada tahun 2024.
“Sehingga butuh kesabaran saja. Saya bilang jangan patah semangat ayo tetap menanam dan terjadilah sekarang harga Porang naik lagi pas kami lagi panen raya,” ulas Agustinus.
Target 5 Juta Pohon
Informasi tersebut tentunya bukan kabar baik sehingga separuh dari jumlah anggota kelompoknya menarik diri padahal saat itu kelompok baru menyelesaikan penanaman di empat lahan.
Kelompok bentukan Agustinus tersisa 47 Kepala Keluarga tapi gerakan ‘Porangisasi’ tetap berlanjut hingga menuntaskan 6 hektare. “Kita tetap jalan. Sudah 2 jutaan anakan yang sudah kita tanam dengan sistem bedengan sepanjang bukit,” ungkap Agus bernada optimis.
“Kenapa Porangnya besar-besar karena saya terapkan sesuai yang diajarkan di Jepang. Kita bikin pola bedeng dengan jarak tanam teratur. Kami mencampur pupuk organik seperti arang bambu dan sekam panggang ke dalam lubang yang mau ditanami. Kita atur jarak tanamnya 40 senti dan dalamnya 20 centi,” urai Agustinus Adil.
Suami dari Lusia Eli ini menargetkan kelompoknya terus memperluas areal tanam. Dari 6 hektare lahan eksisting Agustinus dan anggota kelompoknya bersepakat menambah 4 hektare lagi supaya mencapai target 5 juta pohon pada tahun 2026.
"Tahun 2026 harus tembus 5 juta pohon. Porang adalah berkat Tuhan untuk kami maka wajib bagi kami untuk menanam terus. Semoga desa kami sejahtera dan menjadi contoh untuk desa lainnya di Manggarai Timur dan Manggarai raya ini,” cetusnya.
Khotbah di Altar
Budidaya Porang di Desa Gunung Baru menambah daftar produk komoditi kesohoran wilayah Kotakomba seperti kopi, kemiri, vanili dan kakao sebagai penyangga ekonomi masyarakat.
Adalah pastor Bernadus Palus ternyata yang mengenalkan Porang kepada umat Paroki Mbata Kotakomba Utara tahun 2014.
Menurutnya, masyarakat sudah mengenal Porang sebagai tanaman liar di dalam hutan. Namun berkat penjelasan seorang sahabatnya di Jepang ternyata Porang yang dikenal sebagai wanga dalam bahasa lokal merupakan bahan yang paling dicari di industri kosmetik dan pangan di Jepang.
Sejak saat itu pastor Bernard berjalan keliling untuk memberikan motivasi dan pencerahan kepada masyarakat lain tentang manfaat dan peluang ekonomi dari tanaman Porang.
“Sebagai pastor di Paroki Mbata saya berkeliling mengenalkan porang ini. Itu tahun 2014 sampai 2017 saya patroli ke stasi-stasi. Isi homili saya ditambahkan dengan kampanye menanam Porang. Sehingga kemudian saya bertemu Pak Agustinus Adil ini. Karena dia mau menjadi petani porang dalam skala besar saya menelepon ARI Institute di Jepang untuk melatih Agustinus supaya lebih profesional. Alhasil Pak Agus inilah yang kemudian menjadi corong bagi yang lain,” ungkap Rm.Bernard yang diwawancarai di sela-sela panen perdana Porang di Lando Lomes.
“Hari ini saya bangga melihat kelompok yang dibentuk om Agus ini. Wajah-wajah sumringah ini membuat saya terenyuh. Harapan saya kelompok ini tetap bekerja sama menjaga komitmen mengembangkan Porang sebagai sumber ekonomi keluarga mereka. Tadi saya tanya ke pembelinya langsung harga sekilonya Rp9000 truk langsung ambil di kampung Lando lalu Porang dari sini dibawa ke Surabaya,” tutup Pastor Bernard.
Manfaat Porang
Porang banyak digunakan sebagai bahan baku tepung, penjernih air, kosmetik, pembuatan lem dan jelly yang beberapa tahun terakhir diekspor ke negeri Jepang.
Salah satu kandungan terbesar di dalam Porang adalah Glukomanan yang merupakan serat alami dan larut dalam air. Glukomanan biasa digunakan sebagai emulsifier dan pengental pada bahan makanan.
Di China, Jepang dan Taiwan, Porang dimanfaatkan untuk membuat konyaku dan mie shirataki.
Selain bahan pangan dan kosmetik Porang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan lem ramah lingkungan dan komponen untuk pesawat terbang.
Laporan: Jo Kenaru/ NTT