Amerika Serikat di Ambang Resesi, Pencetus Sahm Rule Bilang Begini
- BusinessInsider
Jakarta, VIVA – Kekhawatiran tengah melanda para pelaku pasar global yang memperkirakan Amerika Serikat berada di ambang resesi. Prediksi tersebut melihat kondisi negara dan ekonomi negara Paman Sam yang mengarahkan kepada indikator resesi.
Tanda-tanda resesi AS antara lain kenaikan suku bunga agresif oleh The Fed yang bertujuan untuk meredam inflasi justru menimbulkan risiko memicu resesi. Resesi AS juga disebabkan meningkatkan jumlah pengangguran.Â
Dilansir dari The Economic Times, data ketenagakerjaan mengungkapkan perlambatan pertumbuhan pekerjaan dari 179.000 pada Juni menjadi 114.000 per Juli 2024. Hal itu memicu kekhawatiran bahwa ekonomi AS mungkin sedang bergerak menuju resesi.Â
Ekonomi AS makin goyah lantaran perusahaan-perusahaan di AS dan Kanada terus melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Resesi di AS juga tertekan nilai asuransi rumah yang terus melonjak karena kerugian potensi bencana alam.
Meningkatnya angka pengangguran AS dikaitkan pelaku pasar dengan aturan Sahm atau Sham Rule. Aturan Sham merupakan indikator ekonomi yang dibuat Claudia Sham pada tahun 2019. Saat itu, Claudia merupakan ahli Ekonom di The Fed.Â
Sham Rule digunakan untuk mengidentifikasi potensi resesi AS dengan melihat kondisi ketenagakerjaan yang ditunjukkan oleh tingkat pengangguran. Menurut aturan Sham, resesi akan terjadi ketika tingkat pengangguran nasional naik sebesar 0,50 persen selama tiga bulan beruntun yang diukur dari level terendah selama 12 bulan terakhir.Â
Saat ini, angka pengangguran AS per Juli 2024 adalah 0,53 persen. Nilai ini naik 0,10 persen dari bulan Juni sebesai 0,43 persen.Â
Aturan Sham jadi kiblat pelaku pasar dalam memproyeksikan resesi AS. Mengutip Hindustan Times, Sham Rule terbukti akurat 100 persen sejak resesi AS pertama kali terjadi pada awal tahun 1970-an.Â
Saat kekhawatiran resesi AS semakin meningkat, sang pencetus Sham Rule justru santai. Dalam wawancara dengan Fortune, Claudia  mengatakan resesi AS tidak benar-benar terjadi.
"Saya tidak khawatir kita (AS) sedang dalam resesi," ujar Claudia, dikutip dari Hindustan Times.Â
Claudia yang kini menjabat sebagai Kepala Ekonom di perusahaan investasi New Century Advisors mencatat pendapatan rumah tangga masih tumbuh dan belanja konsumen serta investasi bisnis masih tetap tangguh. Ia menambahkan angka pengangguran telah diredam dengan perekrutan 420.000 pekerja pada bulan lalu.
Meski demikian, Claudia tidak sepenuhnya mengesampingkan kemungkinan resesi AS. Mengingat The Fed AS menaikan suku bunga signifikan dari hampir yang sudah bertahan selama setahun menjadi nol pada Maret 2022 menjadi antara 5,25-5,5 persen. Langkah ini dinilai sebagai upaya mendinginkan ekonomi dan memperlambat kenaikan harga konsumen.
"Jika kita (AS) terus mendapatkan data ekonomi yang menunjukkan perlambatan yang luas ini, maka saya menduga bahwa penurunan suku bunga akan lebih besar dari yang kita duga," ujar Claudia.Â