OJK Wanti-wanti Ekonomi Global Masih Melemah Imbas Ketidakpastian Pasar Keuangan Dunia

Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sumber :
  • VIVA/Andry Daud

Jakarta, VIVA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut, kondisi perekonomian global masih terdivergensi atau melemah dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Hal ini berdasarkan Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) kuartal I-2024. 

Gibran Minta Menpar Gelar Event hingga Convention di Lokasi Pasca-Bencana Guna Pulihkan Ekonomi Setempat

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa mengatakan, pergerakan dan kondisi pasar keuangan global pada kuartal I-2024 ini di antaranya dipengaruhi stance kebijakan moneter bank sentral untuk mempertahankan suku bunga acuannya lebih lama atau high for longer.

"Pada periode laporan, kondisi perekonomian global masih terdivergensi dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Sejalan dengan kondisi di beberapa negara yang masih cukup resilien, utamanya di AS dan negara emerging markets," kata Aman dalam keterangannya Rabu, 7 Agustus 2024. 

OJK Pastikan UMKM yang Utangnya Dihapus karena Masuk Kriteria PP 47/2024 Keluar dari Daftar Hitam SLIK

Kendati demikian, Aman menyampaikan perlu diperhatikan faktor risiko seperti perkembangan konflik geopolitik di Timur tengah dan Ukraina serta gangguan jalur perdagangan di laut merah yang berpotensi memicu peningkatan harga komoditas dan inflasi ke depan. 

Di tengah perkembangan dan kondisi global tersebut jelasnya, pada kuartal I-2024 ekonomi domestik mampu tumbuh kuat sebesar 5,11 persen secara year on year (yoy), meningkat dari 5,04 persen yoy pada kuartal IV-2023.

Resmi Jadi Bank Kustodian Syariah, Muamalat Dorong Pengembangan Efek Syariah Dalam Negeri

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi

Photo :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Pertumbuhan didorong oleh masih kuatnya konsumsi domestik dan investasi, serta naiknya ekspor dan pengeluaran pemerintah. Selain itu, pertumbuhan juga didorong oleh investasi sejalan berlanjutnya pembangunan infrastruktur pemerintah di berbagai wilayah salah satunya terkait pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), serta tumbuhnya pengeluaran pemerintah seiring dengan kenaikan realisasi belanja barang terutama pada kegiatan pelaksanaan Pemilu 2024.

Ekonomi domestik yang tetap kuat juga tercermin pada indikator perbankan sebagaimana terlihat pada pertumbuhan kredit (bank umum) yang masih cukup baik yaitu sebesar 12,40 persen yoy, meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya 9,93 persen secara yoy.

Aman menjelaskan, pertumbuhan kredit tersebut dipicu oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang antara lain didorong oleh permintaan yang solid pada pertumbuhan konsumsi dan investasi serta pengeluaran pemerintah. 

Di sisi lain, DPK juga masih tumbuh yaitu sebesar 7,44 persen yoy meningkat dari tahun sebelumnya 7,00 persen secara yoy sehingga menjadi salah satu faktor pendorong terjaganya likuiditas perbankan. 

Dalam situasi demikian, kondisi likuiditas bank umum terpantau masih cukup memadai sebagaimana tercermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 121,05 persen dan 27,18 persen, masih jauh di atas threshold. 

Tingkat permodalan juga masih cukup solid dengan CAR sebesar 25,96 persen kendati menurun dari tahun sebelumnya (27,09 persen). Penurunan CAR utamanya didorong oleh kenaikan ATMR Kredit dan Pasar sejalan dengan penyaluran kredit yang tumbuh tinggi serta adanya penyesuaian perhitungan ATMR sehubungan dengan implementasi ketentuan ATMR Kredit yang mulai berlaku pada tahun 2024.

Kantor OJK NTB (istimewa)

Photo :
  • VIVA.co.id/Satria Zulfikar (Mataram)

Risiko kredit juga terpantau membaik dengan rasio NPL gross yang menurun menjadi sebesar 2,25 persen dan NPL net sedikit meningkat menjadi 0,77 persen. 

"Sejalan dengan kinerja bank umum, kinerja BPR dan BPRS juga cukup baik dengan pertumbuhan kredit/pembiayaan yang melambat namun DPK meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio permodalan juga cukup kuat dengan CAR BPR dan BPRS masing-masing sebesar 32,60 persen dan 23,57 persen," jelasnya. 

Ke depan terang Aman, tetap perlu diperhatikan risiko perbankan utamanya risiko pasar dan risiko likuiditas di tengah masih tingginya ketidakpastian global seperti tingkat suku bunga global yang masih tinggi, perkembangan ekonomi Tiongkok, serta kenaikan tensi geopolitik yang dapat berpotensi meningkatkan tekanan ekonomi domestik.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya