Tiga Indikator Ini Pertegas Amerika Serikat Bisa Masuk Jurang Resesi
- unsplash,com
Jakarta, VIVA – Ekonomi Amerika Serikat sedang dibayangi kekhawatiran resesi. Bermula dari keputusan Federal Reserve AS (The Fed) mempertahankan suku bunga acuan. Pengetatan yang dilakukan The Fed dinilai dapat menurunkan aktivitas perekonomian dan beberapa faktor lain yang memperkuat AS sudah masuk jurang resesi.
Mengutip The Economic Times, Selasa, 6 Agustus 2024, para analis juga memprediksi ekonomi AS akan mengalami resesi pada awal tahun depan. Selama setahun, The Fed telah mempertahankan biaya pinjaman acuan  sebesar 5,25-5,50 persen.Â
Analis khawatir kebijakan moneter ketat yang berkepanjangan ini mungkin mendorong ekonomi menuju resesi. Mengacu pada Resesi Sahm Rule, jika pergerakan mencapai ambang batas 0,50 poin maka telah mengisyaratkan tahap awal resesi dalam ekonomi AS. Namun, saat ini konsensus condong ke arah pengurangan 25 basis poin.
"Pasar mungkin mengantisipasi resesi secepat mungkin dan paling cepat tahun depan," dikutip dari catatan Ahli Suku Bunga Bloomberg Simon White.
Resesi merupakan penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi di seluruh sektor perekonomian yang berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Indikator resesi dapat terlihat dalam PDB, pendapatan riil, lapangan kerja, produksi industri, dan penjualan grosir-eceran.Â
Resesi juga sering didefinisikan sebagai kemerosotan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) pada kuartal berturut-turut yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi negatif. Penyebab sebuah negara mengalami resesi antara lain berkurangnya belanja konsumen dan bisnis, tingginya pengangguran, dan krisis keuangan.Â
Sampai saat ini pemerintah AS belum memberikan keterangan resmi terkait kondisi ekonominya. Namun, dari laporan yang ada telah memperlihatkan potensi besar negeri Paman Sam itu masuk jurang resesi dari tiga indikator berikut.
Meningkatnya Pengangguran
Data ketenagakerjaan AS melaporkan adanya perlambatan pertumbuhan pekerjaan. Turun dari 179.000 pada Juni menjadi menjadi 114.000 per Juli 2024. Sehingga memicu kekhawatiran ekonomi AS mungkin sedang bergerak menuju resesi.
Meningkatkan pengangguran di AS disebabkan melonjaknya jumlah angkatan kerja. Data pemerintah akhir Juli menunjukkan perlambatan pasar tenaga kerja disebabkan berkurangnya perekrutan oleh perusahaan-perusahaan bukan karena peningkatan jumlah PHK. Tingkat perekrutan jatuh ke level terendah dalam empat tahun terakhir pada bulan Juni.
Upah rata-rata per jam tumbuh sebesar 3,6 persen dari tahun ke tahun (yoy). Sementara sedikit merosot dari kenaikan bulan Juni sebanyak 3,8 persen.Â
Tren PHK Masih BerlanjutÂ
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) jadi indikator kuat AS semakin dekat mengalami resesi. Pada tahun 2024, perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat dan Kanada konsisten mengurangi jumlah karyawannya melanjutkan PHK besar-besaran pada tahun sebelumnya.Â
Tren PHK di AS bahkan terus berlanjut meskipun kekhawatiran akan resesi mulai mereda imbas keputusan The Fed tahan pemangkasan suku bunga.Â
PHK banyak terjadi pada sektor industri, termasuk teknologi, otomotif, jasa keuangan, konsumen dan ritel, kesehatan, manufaktur, logistik, dan sumber daya alam.
Secara keseluruhan, PHK mengakibatkan ribuan orang kehilangan pekerjaan sehingga daya beli masyarakat pun menurun. Pada akhirnya, ekonomi negara melambat secara perlahan.
Potensi Bencana Alam
Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS mencatat 28 bencana cuaca yang masing-masing menyebabkan kerugian sedikitnya US$ 1 miliar. Sudah terjadi 15 bencana alam sepanjang tahun 2024. Beban ekonomi yang akan ditanggung AS belum termasuk potensi kerugian US$ 30 miliar akibat Badai Beryl.
Tanggungan ekonomi disebabkan karena pemilik rumah yang belum mempunyai asuransi hipotek.Â
David Burt dari Delta Terra Capital mengatakan jumlahnya mencapai US$ 28,7 miliar per tahun. Kurangnya asuransi ini memengaruhi lebih dari 17 juta rumah atau setara 19 persen dari total nilai rumah di AS. Alhasil berpotensi menimbulkan ancaman sebesar ekonomi negara sebanyak US$ 1,2 triliun terhadap nilai properti.
Menurutnya, masalah utama lantaran nilai premi asuransi di banyak wilayah AS tidak sepadan dengan peningkatan risiko bencana terkait iklim. Seiring dengan pemanasan global, frekuensi dan tingkat keparahan bencana tersebut meningkat.
Selama resesi, bisnis dapat mengurangi produksi dan investasi, yang menyebabkan hilangnya pekerjaan dan menurunnya kepercayaan konsumen. Pemerintah dan bank sentral akan merespons resesi dengan mengambil kebijakan moneter dan fiskal yang bertujuan memacu ekonomi dan mengurangi dampak kemerosotan. Pelaku pasar tengah menantikan langkah yang akan diambil pemerintah AS maupun The Fed atas ancaman resesi tersebut.Â