Airlangga Optimistis Ekonomi Digital RI Bisa Capai Rp 9.754 Triliun di 2030
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta, VIVA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini Digital Economy Framework Agreement (DEFA) telah dilakukan sejumlah negara ASEAN, termasuk Indonesia. DEFA merupakan salah satu isu yang diusung melalui keketuaan Indonesia, untuk mewujudkan visi ASEAN sebagai pusat pertumbuhan.
Airlangga mengaku optimistis bahwa pada tahun 2030 mendatang, ekonomi digital Indonesia akan mampu menembus hingga US$600 miliar atau sekitar Rp 9.754 triliun (asumsi kurs Rp 16.258).
"Jadi (nilai) ekonomi digital Indonesia yang 2030 diperkirakan US$360 miliar, akan naik menjadi US$600 miliar," kata Airlangga di acara Festival Ekonomi Keuangan Digital dan Karya Kreatif Indonesia (FEKDI x KKI) di JCC Senayan, Jakarta, Kamis, 1 Agustus 2024.
Meski demikian, Airlangga menegaskan bahwa terdapat sejumlah syarat untuk mencapai hal tersebut. Antara lain yakni crossborder e-commerce dan perdagangan digital, digital ID, mobilitas talenta digital, e-payment, serta e-invoicing dan cyber security yang aman.
Sampai saat ini, Dia menegaskan bahwa ekosistem dan keuangan digital Indonesia juga sudah berkembang sangat pesat. Antara lain dapat dilihat dari ranking World Digital Competitiveness Indonesia, yang naik dari peringkat 56 di 2019 menjadi peringkat 45 di 2023 lalu.
"Bahkan jumlah startup kita di peringkat ke-6 secara global, lebih tinggi dari Jerman. Jadi kita di ASEAN nomor 1, dan Singapura di peringkat 11," kata Airlangga.
Dia menjelaskan, terdapat 6 pilar utama pendorong ekonomi digital RI. Antara lain yakni infrastruktur, sumber daya manusia, iklim bisnis dan keamanan cyber, penelitian inovasi dan pengembangan bisnis, pendanaan investasi, serta kebijakan regulasi.
"Jawa masih mendominasi tingkat teratas daya saing (digital), karena infrastruktur. Tapi Sulawesi Tenggara masuk dalam 8 peringkat (teratas), karena lokasi infrastruktur digital dan Palapa Ring di paket tengah," ujarnya.