OJK Respons Putusan MA soal Aturan Pinjol Harus Diubah

Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sumber :
  • VIVA/Andry Daud

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan menghormati putusan Mahkamah Agung Nomor 1206 K/PDT/2024 terkait gugatan citizen lawsuit praktik pinjaman online (pinjol) yang diajukan oleh para penggugat sejak tahun 2021. 

Pakar Hukum Soroti Calon Kepala Daerah Sudah Dua Periode Maju di Pilkada 2024

Adapun putusan ini terkait penggugat meminta OJK sebagai salah satu tergugat untuk membuat peraturan dan memperkuat pengawasan untuk menjamin pelindungan hukum bagi seluruh pengguna aplikasi pinjaman online dan masyarakat.

"OJK menghormati putusan Mahkamah Agung Nomor 1206 K/PDT/2024 terkait gugatan citizen lawsuit," kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa dalam keterangan resmi, Kamis, 25 Juli 2024. 

OJK Terbitkan Aturan Pedoman Kegiatan Usaha Bank Emas

Ilustrasi Praktik Pinjol Ilegal melalui SMS.

Photo :
  • istimewa

Aman mengatakan, pihaknya akan terus melakukan upaya penguatan industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech Peer to Peer lending (P2P lending), serta pelindungan konsumen dan masyarakat dengan mengeluarkan berbagai ketentuan dan roadmap LPBBTI 2023-2028. 

Disaksikan OJK, Privy Bersama AFTECH dan AFPI Sepakat Tingkatkan Keamanan Fintech Nasional

"Yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan, mendorong industri agar dapat berkembang secara sehat, berintegritas dan kontributif, serta memperkuat pelindungan konsumen," jelasnya. 

Dia melanjutkan, OJK telah menerbitkan aturan mengenai fintech P2P lending yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK 10/22) dan Surat Edaran Otoritas Jasa  Keuangan Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (SEOJK 19/2023).

Sedangkan dalam upaya penegakan ketentuan dan melindungi konsumen serta masyarakat, OJK telah melaksanakan off-site dan on-site supervision terhadap Penyelenggara fintech P2P lending.

Sejak tahun 2020 hingga 12 Juli 2024, lanjutnya, OJK telah mencabut 66 izin usaha penyelenggara fintech P2P lending. Kemudian pada periode Januari 2024 sampai dengan Juni 2024 OJK telah mengenakan sanksi administratif terhadap Penyelenggara fintech P2P lending yang terdiri dari 196 sanksi peringatan tertulis, 166 sanksi denda, 7 sanksi pembatasan kegiatan usaha, dan satu pihak utama yang telah dikenakan sanksi penilaian kembali bagi pihak utama serta terhadap dua Penyelenggara fintech P2P lending. 

"OJK telah melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti lebih lanjut. OJK juga telah melakukan moratorium perizinan baru Penyelenggara fintech P2P lending sejak tahun 2020," terangnya. 

Di sisi lain, dalam mengoptimalkan pemberantasan pinjaman online ilegal, OJK bersama dengan 15 Kementerian dan Lembaga yang tergabung dalam Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal atau Satgas PASTI (sebelumnya disebut sebagai Satgas Waspada Investasi) sejak 2017 hingga Juni 2024, telah menghentikan 8.271 entitas pinjaman online ilegal.

"OJK mengimbau masyarakat untuk selalu berhati-hati, waspada, dan tidak menggunakan pinjaman online ilegal karena berpotensi merugikan masyarakat, termasuk risiko penyalahgunaan data pribadi peminjam," imbuhnya.

Kepala Eksekutif Pengawas IAKD Hasan Fawzi.

Industri Kripto Bersiap Diatur OJK, Pelaku Usaha Tak Perlu Urus Ulang Perizinan

Otoritas Jasa Keuangan memastikan akan mengakui pelaku jasa keuangan aset kripto yang telah mengantongi izin beroperasi saat ini.

img_title
VIVA.co.id
15 November 2024