Gubernur BI Tegaskan SRBI Tak Picu Terjadinya Crowding Out

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.
Sumber :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya/tangkapan layar

Jakarta – Bank Indonesia (BI) membantah adanya penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang memberikan bunga tinggi, telah menyebabkan kondisi crowding out di pasar keuangan dan perbankan. 

Dibayangi Tekanan, Rupiah Menguat di Level Rp 16.309 per Dolar AS

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan untuk imbal hasil atau yield SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan per 12 Juli 2024 yang tercatat masing-masing 7,30 persen, 7,39 persen, dan 7,43 persen tidak memicu munculnya fenomena tersebut

"Apakah terjadi crowding out? jawabannya tidak. Dari sisi SRBI dan SBN, baik dari suku bunga dan juga lelangnya SBN untuk pembiayaan fiskal," kata Perry dalam konferensi pers Rabu, 17 Juli 2024.

The Fed Pangkas Suku Bunga, Ekonom Ungkap Dampaknya ke Indonesia

Sebagai informasi, crowding out merupakan terserapnya aliran dana dari pasar keuangan ke salah satu instrumen otoritas, sehingga likuiditas sulit diperoleh oleh pelaku pasar keuangan.

Perry pun memastikan, pihaknya selalu berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. Bahkan dia menekan, BI akan menyerap Surat Berharga Negara (SBN) bila harga di pasar keuangan jatuh.

Fed Pangkas Suku Bunga, Rupiah Ambruk ke Level Rp 16.234 Per Dolar AS Pagi Ini

Gedung Bank Indonesia.

Photo :
  • VIVA/Andry Daud

"BI sama Kemenkeu selalu koordinasi, kami pastikan kalau kenaikan yield lebih tinggi, kami akan beli di pasar sekunder supaya yield SBN tidak melebar bahkan stabil bahkan itu juga terjadi meskipun inflow kecil," jelasnya.

"SBN kini sudah mulai sedikit-sedikit masuk meski belum konsisten sedang ke saham masih kecil. Jadi untuk jaga stabilitas jangka pendek, yield SRBI memang perlu sejalan dengan dengan global supaya bisa menarik arus masuk modal asing," sambungnya.

Di sisi lain, Perry pun membantah adanya pengetatan likuiditas akibat adanya SRBI. Menurutnya adanya SRBI dengan yield tinggi itu juga tak menyebabkan pengetatan likuiditas. Sebab, likuiditas perbankan masih tinggi, tercermin dari data rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tercatat tinggi sebesar 25,36 persen.

Ilustrasi uang rupiah

Photo :
  • ANTARA

""Apakah ini cukup? lebih dari cukup karena sepanjang history alat likuid per DPK pada umumnya tidak akan lebih dari 15 persen, jadi lebih dari cukup," imbuhnya.

Adapun hingga 15 Juli 2024, posisi instrumen SRBI tercatat sebesar Rp 775,45 triliun. Menurut Perry, adanya SRBI ini telah mendukung aliran masuk portofolio asing ke dalam negeri. Hal ini tercermin dari kepemilikan non residen yang mencapai Rp 220,35 triliun atau 28,42 persen dari total outstanding.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya