Indonesia Re Ungkap Dilema Pengembangan Industri Asuransi RI

[dok. Direktur Utama PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re, Benny Waworuntu (tengah), dalam konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 16 Juli 2024]
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta – Direktur Utama PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re, Benny Waworuntu, menjelaskan tentang kondisi dan permasalahan terkini yang masih melingkupi industri asuransi dan reasuransi di Tanah Air.

Dazul Herman Ditunjuk Jadi Dirut Krakatau Sarana Properti

Menurutnya, 2 hal yang menjadi isu utama antara lain yakni soal kapasitas permodalan, dan kapabilitas industri asuransi itu sendiri terkait skill maupun knowledge yang mereka miliki.

"Kalau bicara mengenai kapasitas permodalan, OJK sudah keluarkan POJK 23/2023 ya, untuk bisa meningkatkan permodalan di tahun 2026 dan 2028 untuk semua perusahaan perasuransian. Slowly but sure, semua akan, dalam tanda petik, dipaksa untuk meningkatkan permodalan," kata Benny dalam konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 16 Juli 2024.

Pupuk Kaltim Tegaskan Penerapan SNI Tingkatkan Daya Saing Perusahaan

Ilustrasi asuransi.

Photo :
  • Istimewa

POJK Nomor 23/2023 diketahui mengatur tentang ekuitas atau modal minimum perusahaan asuransi dan reasuransi yang bakal naik secara bertahap. Di mana, peningkatan ekuitas minimum akan dibagi menjadi dua tahap.

Industri Plastik dan Karet Indonesia Didorong Akselerasi Penerapan Ekonomi Hijau

Meski demikian, Benny menilai bahwa masalah permodalan saja tidak cukup untuk menjamin kestabilan industri asuransi, dengan sebegitu komprehensifnya masalah yang ada di industri asuransi nasional. Sebab menurutnya, masalahnya ini harus dilihat secara komprehensif untuk bisa melakukan perubahan dan transformasi ke depannya.

"Oke kalau sudah tambah modal, apakah nanti selesai? Enggak juga. Demikian juga sebaliknya, oke kalau kapabilitasnya ditingkatkan, mereka tahu gimana caranya, mereka ngerti bagaimana mitigasi risikonya, apakah sudah selesai? Enggak juga," ujarnya.

Dia mencontohkan, misalnya ada masalah persaingan antarperusahaan asuransi di Tanah Air, yang berkaitan dengan masalah regulasi serta dukungan pemerintah di dalamnya. Belum lagi soal hardening market yang melanda industri asuransi Tanah Air di 2023, yang membuat para pemain asuransi harus melakukan berbagai penyesuaian mulai dari kebijakan underwriting, marketing, produk, risk management, termasuk tarif premi.

"Jadi menurut saya, kita enggak bisa dengan mudahnya ngomong bahwa itu sudah selesai. Mungkin betul bahwa kemarin kita ada hardening market segala macam, apakah masih terjadi? Menurut saya hard market pelan-pelan memang sudah mulai soft. Tapi sekali lagi, kita enggak bisa bilang bahwa kalau sudah mulai soft berarti sekarang lebih gampang cari kapasitas. Enggak juga," kata Benny.

Ilustrasi Asuransi Jiwa.

Photo :
  • freepik

Dia menegaskan, hal itu nyatanya masih tergantung dari apakah kapasitas yang dibutuhkan untuk sebuah produk asuransi, yang secara mitigasi risikonya memang sudah benar. Misalnya untuk asuransi kredit yang sedang dalam proses untuk pembenahan, sehingga tidak mudah bagi para pemain asuransi untuk mencari kapasitas bagi asuransi kredit tersebut.

"Itu kenapa kami pun nanti berencana punya beberapa alternatif solusi untuk kita bisa bicarakan, tapi ini kita juga enggak bisa sendirian. Kita harus dibantu dengan perusahaan asuransi, dengan perbankan atau pembiayaan, dan kita harus bicara juga bicara dengan regulator. Jadi memang sekali lagi kita harus lihat secara helikopter view yang lebih tinggi, untuk kita bisa carikan jalan keluarnya," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya