Bahlil Akui Hilirisasi Belum Mampu Berkeadilan 100 Persen

Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, saat memberikan kuliah umum di IPDN, Kamis, 11 Juli 2024
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta – Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia mengakui, investasi hilirisasi yang terjadi hingga saat ini belum bisa memenuhi seluruh aspek keadilan bagi semua pihak, khususnya bagi masyarakat. Hal itu diutarakan Bahlil, saat memberikan kuliah umum di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

Komisi XI DPR Desak Apple Tanggung Jawab Ketimpangan Pendapatan dan Investasi di Indonesia

Dia menjelaskan, hal itu utamanya pada investasi yang berkaitan dengan upaya eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang pastinya juga akan berdampak terhadap masyarakat setempat khususnya dalam hal pembebasan lahan.

"Hilirisasi sekarang itu belum betul-betul berkeadilan 100 persen. Saya harus jujur," kata Bahlil, dikutip Jumat, 12 Juli 2024.

Bahlil Anggap Biasa Pertemuan Pramono-Rano dengan Anies, kecuali Ketemu Prabowo dan Jokowi

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia

Photo :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Misalnya seperti investasi dalam sektor hilirisasi nikel. Bahlil menjelaskan, para investor biasanya akan membeli terlebih dahulu lahan yang akan digunakan untuk mengeksploitasi SDA dari para warga di sekitar lokasi. Hal ini tentunya akan berdampak pada hasil alam, yang biasanya mampu dihasilkan oleh masyarakat setempat dari lahan atau kebun yang dibebaskan untuk kepentingan investasi tersebut.

Instruksi Bahlil ke Kader Golkar: Kepung Jakarta!

Belum lagi soal belum mampunya masyarakat di sekitar wilayah itu, untuk memanfaatkan peluang-peluang bisnis yang ada dari kehadiran proyek hilirisasi itu sendiri. Sehingga, pertumbuhan ekonomi daerah yang diharapkan terjadi dari sumber-sumber ekonomi baru itu, justru tidak bisa terwujud.

Bahlil mencontohkan, misalnya seperti yang terjadi kepada para warga yang telah mendapatkan yang hasil pembebasan lahan atas sebuah proyek hilirisasi nikel. Sayangnya, uang tersebut tidak bisa dimanfaatkan kembali untuk modal membangun bisnis baru seperti rumah kontrakan/kos, sebagai pengganti dari sumber penghasilan atas lahan yang dibebaskan.

"Yang keliru itu adalah ketika uang diambil, tidak dipakai untuk membangun usaha baru. Ini yang kasihan kita punya orang tua-tua di sana," ujar Bahlil.

Dengan fenomena tersebut, Bahlil memastikan bahwa pemerintah pun membuat aturan terkait perizinan usaha. Yakni agar setiap investasi yang masuk wajib untuk memperhatikan lingkungan, serta ikut memberdayakan masyarakat. Hal itu karena masuknya investasi semestinya bisa turut membuka lapangan kerja di wilayah tersebut.

"Karena investasi masuk itu harus melahirkan lapangan pekerjaan dan mengurangi ketimpangan. Dan di daerah-daerah penghasil tambang sekarang, ketimpangannya itu sudah mulai berkurang," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya