Transaksi Digital Dipasar Menurut APPSI Masih Harus digenjot Lagi
- https://www.einfochips.com/
Jakarta – Transaksi dengan menggunakan pembayaran digital oleh pelaku pasar dari UMKM hingga ritel, dinilai masih perlu disosialisasikan terus. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Mujiburrohman, mengatakan penggunaan transaksi digital di daerah masih belum merata.
Dia menyebut, penggunaan apakah itu lewat metode QRIS hingga e-wallet, baru mencapai 5 persen. Dia menjelaskan kenapa metode ini belum banyak digunakan.
Pertama, pelaku pasar ritel di daerah saat ini masih didominasi dengan generasi baby boomer atau X. Mereka tidak mau susah dengan penggunaan digital karena melalui aplikasi di smartphone.
“Jadi pelaku pasar di daerah masih jarang yang milenial. Orang-orang tua ini tidak mau ribet pakai aplikasi di smartphone. Mereka lebih memilih transaksi tunai. Anak-anak mereka jarang yang mau bantu di pasar,” kata Mujib, dikutip Kamis 11 Juli 2024.
Dia mendengar kalau para pelaku tidak suka proses pencairan dana dari QRIS misalnya ke rekening yang butuh waktu hingga 2 hari. “Pelaku pasar di daerah kurang cocok dengan jeda waktu dulu baru bisa tarik tunai dari pembayaran QRIS. Mereka itu mau dapat modal pagi, siang atau sore sudah bisa cair untuk belanja lagi. Kalau pakai QRIS kan enggak bisa langsung cair,” jelas Mujib.
Namun belakangan dia mendengar kalau BI sedang mendorong percepatan pencairan dana kepada pedagang. Dimana ditargetkan bisa cair pad saat itu juga atau hari yang sama. Kalau demikian, menurutnya ini menjadi solusi agar pelaku pasar mau beralih ke pembayaran digital seperti QRIS.
Dia menjelaskan, selama ini pencairan masuk ke rekening paling cepat 2 hari. Ada juga 5 hari kerja, dan ada juga pada saat hari kerja. Maka transaksi dilakukan Jumat, maka pencairan baru bisa diambil hari Senin.
“Sosialisasi bank dan pemda daerah sudah jalan soal QRIS, cuma para pelaku pasar di daerah ini maunya pencairan uang atau settlement bisa langsung cepat, karena butuh modal cepat juga kan buat belanja lagi,” katanya.
Bagi pelaku pasar di daerah, keengganan untuk hijrah ke pembayaran digital karena terkendala sinyal. Bahkan kata dia, di Jakarta saja kerap kali karena sinyal yang buruk membuat kendala pembayaran.
“Saya jualan soto di Taman Ismail Marzuki di Jakarta, di lobi planetarium, itu rata-rata pedagang mengeluh pembayaran QRIS sering eror karena sinyal dan sering uang tidak masuk ke rekening. Gmana di daerah. Jadi ini masukan juga untuk pemerintah agar sinyal dibenahi biar lebih banyak penggunaan transaksi digital,” jelasnya.
Sementara menurut praktisi dan juga direktur utama PT Trans Digital Cemerlang (TDC), Indra perusahaan merchant aggregator, mengakui pangsa pasar transaksi digital terutama pengunaan QRIS pada UMKM dan pedagang kecil sangat besar.
Dia menjelaskan, pada April 2024 saja transaksi quick response code Indonesia standard alias QRIS yang dicatat BI tumbuh 175,44 persen secara tahunan (year on year/yoy).
“Based data itu, kampanye transaksi digital on the track. Namun memang harus diakui butuh waktu untuk bisa mencapai seluruh wilayah terutama di desa-desa,” ujarnya.
Menurutnya BI tidak bisa mengkampanyekan ini sendiri hingga ke pelosok negeri. Seluruh stakeholder dan perusahaan yang bergerak dibidang transaksi digital, menurutnya perlu melakukan sosialisasi yang sama masifnya.
Juga perlu kreativitas dan inovasi. Dia mencontohkan inovasi perusahaannya dalam produk Posku Lite untuk pembayaran melalui QRIS pada komunitas UMKM adalah memberikan insentif pendampingan literasi keuangan, seminar dan workshop digital marketing secara berkala, dan insentif lainnya selama menjadi mitra.
TDC sendiri memiliki tiga produk yakni M2PAY, MEbook dan Posku Lite. Ketiganya masing-masing menyediakan metode pembayaran dan pemantauan transaksi, system informasi teritegrasi, dan kemudahan pencatatan toko dan bistro.
“Kami bekerjasama dengan mitra komunitas di Sumatera, Tamado Grup untuk menjangkau UMKM dengan melakukan kampanye UMKM Go Digital di Pematang Siantar dan Kabupaten Samosir. Dalam waktu dekat akan di Sabang (Aceh), Bali dan Bangka, kami sudah menyasar UMKM di desa-desa,” ujarnya.
Pentingnya dilakukan pendidikan serta pendampingan ke UMKM, menurut Indra agar laporan keuangan mereka berkualitas. Karena laporan keuangan adalah alat utama dalam melihat kinerj keuangan dan arus kas dari UMKM.
“Laporan keuangan juga menjadi alat pemilik usaha membuat keputusan tepat dan strategi bisnis, termasuk menarik investor. Dari sisi hukum tentunya juga untuk pelaporan pajak dan pembayarannya sehingga sesuai aturan yang ada,” ujarnya.
Namun, Indra berharap perusahaan yang melakukan pendampingan dan konsultasi keuangan digital sudah memiliki ISO 9001:2015 tentang Manajemen Mutu, ISO 37001:2016 Tentang Sistem Manajemen anti Penyuapan, dan ISO 27001:2022 tentang SIstem Keamanan Informasi.
“Penting buat UMKM mengetahui jati diri perusahaan penyedia sistem transaksi digital atau perusahaan yang akan memberikan pendampingan keuangan, salah satunya kepemilikan tiga ISO diatas, karena itu bagian dari proteksi untuk mereka sendiri sebagai pengguna,” tambahnya.