Pakai Modus Ultimate Beneficial Owner, Bos Kresna Life Kena Denda Rp 5,7 Miliar Dinilai Tepat

Ilustrasi asuransi/keuangan.
Sumber :
  • Pixabay/Stevepb

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan telah menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp5,7 miliar kepada bos Kresna Group Michael Steven atas kisruh pengelolaan asuransi Kresna Life dan investasi yang merugikan para pemegang polis. Tak hanya itu, Michael juga dilarang menjadi pemegang saham, pengurus, dan/atau pegawai di Lembaga Jasa Keuangan bidang Pasar Modal selama lima tahun.

3 Pinjaman Online Legal Bunga Rendah, Pengajuan Aman dan Cepat

Keputusan OJK tersebut pun dinilai sudah tepat. Apalagi menurut pengamat Hukum Denny Indrayana, kasus ini sudah mengarah kepada tindak pidana.

"Itu sudah tepat dan seharusnya sudah bisa mengarah pidana dan memang sudah menjadi tersangka kan yang bersangkutan," ujar Denny dikutip dari keterangannya, Rabu, 10 Juli 2024.

OJK Resmi Gabung dalam Global Asia Insurance Partnership (GAIP), Ini Keuntungannya

Denny menilai, Michael Steven sengaja menempatkan dirinya sebagai pemilik manfaat terakhir (ultimate beneficial owner) PT Kresna Asset Management sebagai modus agar kejahatannya terlindungi. Sebab, sebagai ultimate beneficial owner yang meskipun tidak tercantum dalam anggaran dasar namun, Michael Steven melakukan serangkaian intervensi atas kontrak pengelolaan dana dari PT Kresna Asset Management untuk melakukan transaksi demi kepentingan grup Kresna, sehingga merugikan konsumen.

Gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Photo :
  • Website OJK
Mitigasi Risiko Perubahan Perdagangan Global, Begini Strategi Tokio Marine Indoneesia

Denny mengatakan bahwa ultimate beneficial owner merupakan modus lama bagi pelaku kejahatan agar namanya tidak terdeteksi dan sulit tertangkap.

"Modus bahwa dia tidak ada namanya di anggaran dasar pemegang saham itu kan modus lama. memang beneficial owner-kan mereka tidak mau muncul namanya supaya mereka kalau melakukan kejahatan tidak terdeteksi atau tidak bisa ditangkap. Yang ditangkap nanti namanya di situ supir, orang gak jelas atau office boy," ujar Denny.

Lebih lanjut dia menjelaskan, untuk menyeret para ultimate beneficial owner ini, menurut Denny, sebenarnya sudah ada Perpres atau aturan-aturan hukum yang menyatakan bahwa pemilik manfaat harus bertanggung jawab meskipun namanya tidak ada di dalam anggaran dasar.

Namun sayangnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) mengatakan bahwa nama Michael Steven tidak ada di anggaran dasar sehingga dia tidak bertanggung jawab.

"Karena salah satu modus menghilangkan jejak dan tanggung jawab justru dengan tidak mencantumkan nama. Bahwa dia yang mengatur, mengintervensi investasi saham di mana, modal ditanam ke anak-anak perusahaan afiliasi dia kan clear dibuktikan oleh OJK. Jadi jangan dikelabui karena sebenarnya dia pemilik manfaat dari transaksi-transaksi yang diselewengkan Michael Steven ini. Jadi mestinya hukum ditegakkan lagi jangan kalah sama buronan," tegas Denny.

Karena itu menurutnya, kasus Michael Steven ini terbilang aneh bin ajaib. Karena, meskipun sudah jadi tersangka dan buronan Bareskrim Polri tetapi bisa memenangkan gugatan dan bandingnya terhadap OJK.

"Aneh bin ajaib kan buron bisa menang dan diberikan hak untuk mengajukan gugatan, ajukan banding. Nah OJK sudah melindungi kepentingan masyarakat malah dikalahkan oleh buron," pungkasnya.

Ilustrasi asuransi.

Photo :
  • Istimewa

Padahal kata dia, dalam UU pencucian uang sudah ada soal pembatasan hak hukum bagi buronan dan Mahkamah Agung juga melarang buronan mengajukan praperadilan. Bahkan dalam konsep-konsep di negara maju dan negara umumnya bahwa seseorang yang mau mengambil langkah hukum mereka harus taat hukum.

"Ini dia (Michael Steven) gugat ke PTUN, dia-nya malah lari (buron). Kalau dalam konteks atau istilahnya ini fugitive disentitlement, artinya dia dihilangkan hak-hak hukumnya karena dia buron," tukasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya