Menko Airlangga Kasih Bukti Hilirisasi Bikin Industri Logam Dasar RI Kinclong
- Antara.
Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa hilirisasi telah membawa dampak positif terhadap pertumbuhan industri logam dasar. Sejumlah bukti pun dipaparkan.
Hal tersebut menurut Airlangga terlihat dari kinerja indutri tersebut selama satu tahun terakhir. Bahwa industri logam naiknya disebut lebih tinggi dari sektor lainnya.
"Tentu industri logam dasar itu dari kuartal pertama 2023 sampai 2024, di kuartal pertama tumbuh 11-18 persen. Ini yang jauh di atas pertumbuhan sektor lain, dan peningkatan ekspor logam dari 8,74 persen menjadi 16,74 persen. Tentu capaian ini tidak lepas dari hilirisasi," ujar Airlangga di Jakarta, Rabu, 10 Juli 2024.
Airlangga juga menjabarkan, kemajuan dari sibling konstruksi baja yang merupakan bagian dari industri logam nasional sudah diakui dunia. Seperti yang diproduksi di Batam saat ini telah tembus pasar Amerika serikat.
"Ada teman-teman sibling kita di Batam, konstruksi ini juga boleh disebut Indonesia. Ini berhasil mengekspor 130 wind turbine ke New York, Amerika Serikat. Itu the first wind turbine yang akan dipasang di utaranya Long Island 15 sampai 20 mil, dengan kapasitas yang direncanakan sebesar sekitar 2,1 gigawatt,” ungkapnya.
“Jadi ini sebuah terobosan juga dipasangnya di laut dan buatan fabrikasi Indonesia di Batam. Jadi keluarga ini dirangkul juga karena di sini namanya society dan society itu masyarakat. Masyarakat harus dirangkul semua," tambahnya.
Airlangga pun menyampaikan, RI pun telah ekspor dalam bentuk steel structure dilakukan ke Sydney, Australia, ataupun ke Selandia Baru. Perminaan logam nasional ke depannya diproyeksi terus meningkat.
"Ini terobosan-terobosan yang luar biasa dan saya melihat bahwa baja kita sudah kuat dan baja kita sudah ditakuti oleh berbagai negara di dunia. Dan dengan Krakatau Steel dan POSCO tentu ada peta jalan meningkatkan dari 10 juta ton kita ke targetnya 20 juta ton. Kemudian konsumsi, karena konsumsinya diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 18 juta sampai dengan 19 juta ton. Dan biasanya produksi harus mendahului demand, karena kalau tidak mendahului demand akan diisi oleh barang yang ditakuti yaitu impor," kata Airlangga.
Meski demikian dia mengingatkan, perlu juga kemampuan, kualitas dan inovasi di sektor itu ditingkatkan. Khususnya untuk pre-fabrikasi atau manufacturing yang lebih cepat.
"Sekarang dalam game of competition cepat-cepatan, salah satu cepat-cepatan adalah pembangunan pabrik yang cepat. Kita melihat pembangunan beberapa pabrik terutama petrokimia banyak menggunakan steel structure tetapi juga banyak cepat-cepatan," ujarnya. (Ant)