Industri Tekstil Terjebak Stigma Sunset Industri, Pengusaha Sulit Akses Pembiayaan
- Freepik
Jakarta – Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian, Reny Yanita mengungkapkan hal yang membebani industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) nasional. Salah satunya adalah adanya stigma atau anggapan bahwa industri tersebut tengah mengalami sunset industri sehingga membuat para pelaku usaha sulit mendapatkan pembiayaan.
Padahal, para pelaku usaha di industri TPT itu tengah membutuhkan dana segar untuk melakukan pembaharuan alat-alat produksinya, yang kini rata-rata telah berusia 20 tahun.
"Karena ada anggapan bahwa industri TPT ini tengah mengalami sunset industri, sehingga para pelakunya sulit mengakses sumber pembiayaan," kata Reny dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Selasa, 9 Juli 2024.
Dia menilai, hal ini menjadi masalah karena daya saing di industri TPT ini sudah semakin berkembang dengan adanya inovasi dan digitalisasi dari para pesaing global. Sehingga, masalah efisiensi produksi di industri TPT di Tanah Air juga menjadi sorotan bagi Kemenperin.
Di sisi lain, kerentanan industri TPT di Tanah Air juga disebabkan adanya aturan impor yang tidak dapat membendung serbuan produk dari luar negeri. Karenanya, Dia menegaskan bahwa masalah importasi pakaian jadi masih membutuhkan persyaratan impor berupa Pertimbangan Teknis (Pertek).
Reny menilai, Persetujuan Impor (PI) oleh Kemendag yang menjadi syarat impor selain Laporan Surveyor, nyatanya tidak mempertimbangkan faktor-faktor yang sebelumnya dipertimbangkan dalam Pertek tersebut.
"Jadi Persetujuan Impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan tidak mempertimbangkan faktor harga dan supply demand-nya," ujar Reny.
Selain itu, terjadi juga fenomena penurunan utilisasi industri konveksi dan alas kaki IKM rata-rata sebesar 70 persen, semenjak pemberlakuan Permendag No. 8/2024 sejak tanggal 17 Mei 2024 lalu. Hal ini dibarengi dengan penerapan restriksi perdagangan di sejumlah negara, sehingga Indonesia dengan aturan impor yang dianggap lebih longgar langsung menjadi negara tujuan baru bagi produk-produk asal luar negeri tersebut.
"Itu yang masuk melalui jalur legal, belum lagi yang masuk melalui jalur ilegal. Karena yang belum selesai sampai hari ini yaitu terkait dengan impor ilegal dan impor pakaian bekas atau thrifting, sehingga berdampak pada industri tekstil nasional dan para pekerjanya," ujarnya.