Investasi Sektor Petrokimia US$31 Miliar Berpotensi Kabur dari RI, Ini Biang Keroknya
- Pixabay
Jakarta – Kementerian Perindustrian melalui Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT), Reny Yanita mengatakan, terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, telah berpotensi membuat sejumlah rencana investasi di industri petrokimia batal direalisasikan.
Dia menjelaskan, dalam Permendag No. 25/2022, sebelumnya pemerintah menerapkan cukup banyak pembatasan impor industri kimia. Hal itu termasuk petrokimia bahan baku plastik, hingga industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang memerlukan rekomendasi teknis.
Namun, usai pembatasan ini banyak dihilangkan dalam Permendag No 8/2024, hal itu telah membuat pasar dalam negeri tidak lagi terlindungi dari gempuran barang impor. Sehingga, kondisi itu pun turut membuat para investor kembali berpikir untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
"Jadi terkait dengan perubahan (Permendag) ini, dampaknya adalah menurunnya minatnya investasi karena terlalu cepatnya perubahan regulasi ini. Termasuk ada beberapa perusahaan yang sudah merencanakan (investasi), memikirkan ulang apakah akan lanjut atau tidak," kata Reny dalam diskusi 'Permendag No 8 Tahun 2024, Wujud Nyata Denormalisasi Industri Petrokimia Nasional', di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin, 8 Juli 2024.
Oleh sebab itu, Reny pun berharap bahwa Kementerian Perdagangan berkenan untuk kembali mengkaji Permendag No 8/2024, utamanya soal pembatasan impor produk petrokimia dan tekstil. Harapannya, hal itu akan membuat pasar domestik tidak lagi dibanjiri oleh produk-produk asing yang bisa mematikan produsen dalam negeri.
"Kita memang butuh instrumen untuk perlindungannya (dari produk impor). Hal itu di samping bahwa saat ini pemerintah juga sudah banyak sekali memberi tax insentif untuk menarik investasi. Tetapi kalau sudah berinvestasi tetapi kemudahan untuk impornya tidak kita lengkapi dengan instrumen yang baik, maka tidak menarik lagi fasilitas perpajakan yang disiapkan pemerintah Indonesia," ujarnya.
Padahal, Reny membeberkan bahwa sebelumnya industri petrokimia lokal khususnya bahan baku plastik Tanah Air, bakal mendapatkan investasi sebesar US$31,41 miliar dari enam proyek. Dia merinci, misalnya seperti proyek PT Lotte Chemical Indonesia dengan nilai investasi sebesar US$4 miliar, yang ditargetkan mulai beroperasi pada 2025 mendatang. Kemudian ada pula rencana investasi PT Pertamina - Polytama Propindo 2 sebesar US$322 juta, dengan target operasi tahun 2027.
Selain itu, ada juga Proyek Olefin TPPI Tuban dengan nilai investasi US$3,9 miliar, yang ditargetkan beroperasi pada 2028. Selanjutnya yakni proyek dari PT Chandra Asri Perkasa senilai US$ 5 miliar, dengan target operasi pada tahun 2029 mendatang.
Terakhir ada PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP) (Proyek GRR Tuban) senilai US$16,5-18 miliar, dengan target operasi 2030. Lalu ada juga investasi dari PT Sulfindo Adiusaha senilai US$193 juta, namun belum bisa dipastikan kapan akan beroperasi.
"Jadi memang rencananya proyek industri kimia sampai dengan 2030 mencapai US$ 31,41 miliar, yang terbagi jadi beberapa proyek," ujarnya.