Penerapan Cukai Plastik Bisa Bikin RI Banjir Impor, Pemerintah Diminta Waspada
- Unsplash
Jakarta – Pemerintah melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani mengatakan, penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) berkemungkinan diundur hingga tahun 2025, dari yang sebelumnya bakal diterapkan pada tahun 2023 lalu.
Terkait hal tersebut, Ketua Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar Budiono mengatakan, kapan pun kebijakan cukai plastik itu akan diterapkan di Indonesia, maka hal itu justru akan memicu membanjirnya impor produk plastik jadi di Tanah Air.
Terlebih, dengan penerapan aturan soal cukai plastik tersebut, dipastikan bahwa para pelaku industri di dalam negeri harus membangun pabrik baru.
Hal itu dikarenakan ketentuan produk plastik yang dikenakan cukai harus dibedakan, sehingga pelaku industri perlu membangun pabrik baru dengan investasi mesin yang baru pula.
"Kalau harus investasi baru lagi, maka ini (produksi plastik lokal) otomatis pasti akan drop. Kalau drop, impor barang jadi plastik bisa naik, baik yang resmi atau tidak resmi (ilegal impor)," kata Fajar dalam diskusi 'Permendag No 8 Tahun 2024, Wujud Nyata Denormalisasi Industri Petrokimia Nasional', di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin, 8 Juli 2024.
Apabila alasan pemerintah mengenakan cukai plastik adalah karena masalah lingkungan, maka Fajar berpendapat bahwa hal utama yang harus dilakukan pemerintah adalah dengan mengoptimalkan industri pengolahan daur ulang di dalam negeri.
Namun, nyatanya kemampuan daur ulang di Tanah Air yang kapasitasnya sudah mencapai 2 juta ton, hanya baru bisa mendaur ulang kurang dari 1,5 juga ton. Hal itu antara lain disebabkan oleh belum mumpuninya bahan baku industri olahan itu sendiri, serta kebiasaan membuang sampah yang belum dibedakan dari jenisnya masing-masing.
"Kalau (pemberlakuan) cukai plastik untuk lingkungan, maka seyogyanya harus menghidupkan industri daur ulang itu sendiri," kata Fajar.
"Karena sekarang ini kapasitas industri daur ulang kita 2 juta ton, tapi mengolahnya hanya di bawah 1,5 juta ton. Sebab, bahan baku industri olahan belum bagus, karena kebiasaan kita buang sampah belum dibedakan," ujarnya.