Bicara Rencana Tarif Impor 200%, Luhut: Tidak Menargetkan Negara Tertentu, Apalagi China
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan rencana kebijakan pengenaan tarif impor sebesar 200 persen yang telah menimbulkan berbagai pertanyaan dan spekulasi.
Dia menjelaskan, di tengah situasi geopolitik global yang tidak menentu, terutama karena tensi hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa dengan Tiongkok serta Rusia, Indonesia harus menetapkan posisinya dengan baik dan sesuai dengan kepentingan nasional (national interest).
"Ini adalah acuan yang sangat penting, karena Indonesia tidak ingin sekadar mengekor negara-negara lain jika hal tersebut bertentangan dengan kepentingan nasional Indonesia," kata Luhut dalam keterangannya, Jumat, 5 Juli 2024.
Dalam Rakortas yang dipimpin oleh Presiden Jokowi pada tanggal 25 Juni 2024, diputuskan untuk melakukan perlindungan terhadap industri dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada dan norma-norma perdagangan internasional yang berlaku.
Langkah-langkah perlindungan ini tentunya haruslah sesuai dengan akar masalah yang terjadi. Salah satu langkah yang diambil adalah penerapan Safeguard Tariff untuk beberapa produk tekstil, yang sebenarnya sudah diberlakukan dan saat ini sedang dalam perpanjangan periode waktu. Safeguard ini ditegaskan Luhut diberlakukan untuk seluruh barang impor, tanpa membedakan asal negara tertentu.
"Saya juga telah berkomunikasi dengan Menteri Perdagangan untuk membahas masalah ini. Kami bersepakat untuk mengutamakan nasional interest kita namun tidak mengabaikan kemitraan dengan negara sahabat," ujarnya.
Selain itu, Luhut memastikan bahwa Presiden juga meminta untuk memperketat pengawasan atas impor, terutama pakaian bekas atau barang selundupan yang masuk ke Indonesia. Hal ini diperlukan, karena terdapat indikasi masuknya pakaian bekas dan barang selundupan yang mengganggu pasar dalam negeri.
Bahkan, lanjut Luhut, Pemerintah juga membuka pintu penyelidikan terhadap praktik-praktik perdagangan yang tidak fair seperti dumping, dari negara manapun.
"Jadi kita tidak menargetkan negara tertentu, apalagi Tiongkok. Semua langkah diambil berdasarkan national interest kita. Ini perlu dikaji betul-betul supaya kebijakan yang diambil benar-benar sesuai dengan kondisi dan kebutuhan industri dalam negeri," ujarnya.
Diketahui, Tiongkok adalah salah satu mitra komprehensif strategis terpenting Indonesia dalam hal perdagangan dan investasi. Indonesia berkomitmen untuk terus menjaga hubungan baik ini, dengan terus berkomunikasi dan berdialog terkait langkah-langkah kebijakan antar kedua negara.