Keramik China Bakal Kena Bea Masuk hampir 200 % Bisa Picu PHK Industri, Ini Penjelasannya

PRODUKSI UBIN (Ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti, rencana pemerintah yang akan mengenakan bea masuk hingga 200 persen untuk sejumlah komoditas asal China. Langkah ini pun dikhawatirkan akan menjadi bumerang bagi Indonesia, khususnya industri keramik yang juga terkena kebijakan bea masuk sebesar 199.88 persen.

Pabrik Narkoba Terbesar di Indonesia yang Nyamar Jadi Kantor EO Dikendalikan WN Malaysia

Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto meminta pemerintah lebih berhati-hati atas rencana penerapan kebijakan tarif bea masuk tersebut. Sebab, jika kebijakan tersebut ditujukan untuk melindungi industri tekstil, maka model kebijakannya harus dibuat lebih spesifik dan tidak digeneralisir kepada seluruh industri lainnya.

"Yang terancam kan industri tekstil, jadi model kebijakannya sebaiknya dikhususkan untuk industri tersebut," kata Darmadi dalam keterangannya Jumat, 5 Juli 2024.

Pertamina EP dan Reethau Group Teken PJBG Dorong Kemandirian Energi Nasional

Ilustrasi Ekspor-Impor

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Darmadi menjelaskan, kebijakan dan pendekatan setiap sektor industri tentunya berbeda-beda, dan tidak bisa disamakan begitu saja. Sehingga langkah yang paling relevan harus dilakukan Kemendag, yakni mengidentifikasi persoalan di setiap sektor industri dibarengi kajian yang mendalam. Di samping juga harus mempelajari pasar setiap industri melalui kajian komprehensif.

Kemenkeu Buka Suara soal Bea Masuk 200 Persen untuk Produk China

"Ini penting dilakukan, agar resep yang akan diterapkan efektif," terangnya.

Dia memperkirakan, potensi membanjirnya barang-barang ilegal akan sulit dibendung, jika kebijakan tersebut diterapkan tanpa dibarengi dengan penegakan hukum yang memadai. Menurutnya, setiap jenis barang yang dikenakan pajak sampai 200 persen justru akan semakin menyuburkan masuknya barang ilegal.

"Dan industri dalam negeri kita ujungnya akan collapse jika barang ilegal membanjiri industri dalam negeri. Kemungkinan adanya efek semacam ini mestinya dipikirkan oleh Kemendag. Pertanyaannya, apakah pemerintah siap dengan penegakkan hukumnya jika kebijakan tersebut diterapkan?" kata Darmadi.

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Luluk Nur Hamidah mengatakan hingga saat ini pihaknya belum mendengar penjelasan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) secara langsung mengenai rencana pengenaan bea masuk tersebut. 

Luluk justru khawatir pengenaan bea masuk barang dari China sebesar 200 persen ini hanya keputusan emosional sesaat.

“Dari beberapa kasus sebelumnya, Kemendag suka bikin aturan tanpa kajian matang. Akhirnya bolak balik bongkar aturan. Jangan sampai pengenaan ini juga keputusan emosional sesaat,” ujar Luluk.

Dirinya juga mempertanyakan wacana pengenaan bea masuk 200 persen tersebut apakah ada tekanan dari negara lain atau tidak. Karena khawatirnya ini merupakan perang dagang dan Indonesia hanya proksi kekuatan lain.

Sedangkan Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS), Dandy Rafitrandi mengatakan, pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan bea masuk sebesar 200 persen untuk produk impor asal China.

Dandy mengatakan harus ada basis data yang kuat sebelum mematok bea masuk tersebut. Jika tidak punya argumen dan data yang kuat, kebijakan ini bisa menjadi bumerang bagi perekonomian Indonesia.

"Jadi menurut saya kita lihat apakah kebijakan ini memang didukung data-data yang tepat. Kalau nanti dari Cina menanyakan alasan penerapan bea masuk tersebut, dan kita tidak bisa memberikan argumen dengan data yang tepat, bahwa memang terjadi dumping dan sebagainya, itu kita akan bisa digugat ke World Trade Organization atau WTO," kata Dandy.

Sementara itu Ketua Umum Forum Suplier Bahan Bangunan Indonesia (FOSBBI), Antonius Tan mengatakan, penerapan tarif bea masuk sebesar 200 persen akan menimbulkan dampak yang sangat besar bagi industri hilir keramik Indonesia. 

Menurutnya, dengan diterapkannya bea masuk sebesar hampir 200 persen khususnya untuk produk ubin keramik dari China akan mengakibatkan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri hilir keramik.

"Dengan berlakunya Antidumping maka angka pengangguran akan bertambah akibat dari tutupnya perusahaan Importir dan perdagangan umum, perusahaan supplier, perusahaan bahan bangunan dan lainnya yang tidak dapat meneruskan usahanya, akibat tarif pajak Antidumping yang sangat tinggi," paparnya.

"Banyak industri hilir yang akan bangkrut dengan tarif anti dumping 200 persen. Siap-siap angka pengangguran akan bertambah menjadi 500 ribu x 4 orang per keluarga = 2 juta orang yang terdampak bahkan bisa lebih," tambah Antonius Tan.

PRODUKSI UBIN MANFAATKAN GAS PGN

Photo :
  • VIVA/Muhamad Solihin

Adapun, beber Antonius, 500.000 karyawan yang akan terkena PHK terdiri dari Perusahaan Perdagangan Umum yang sudah berkiprah dalam andil pembangunan di negara Indonesia selama 30 tahun lebih akan terimbas dan terancam tidak dapat melanjutkan bisnisnya. 

Kemudian perusahaan-perusahaan penyalur ubin keramik, Supermarket bahan bangunan, yang tidak mendapatkan barang yang cukup untuk dijual namun biaya bulanan tetap harus berjalan, sehingga tidak tertutupi. 

"Proses kebangkrutan juga hanya tinggal menunggu waktu dari sektor perusahaan jasa forwarder, perusahaan penyewaan truk trailer angkutan kontainer dan buruh kerja di pelabuhan-pelabuhan, semua akan terdampak. Belum lagi dari sektor industri hilir lainnya pasti akan terdampak domino ini," jelasnya.

Dirinya juga telah mendapatkan informasi bahwa pihak China sudah geram dan marah dengan rencana kebijakan penerapan bea masuk 200%. 

"Menurut mereka (China) ini sesuatu keputusan yang tidak masuk akal. Dan mereka siap melawan," tegasnya.

Menurutnya, dengan adanya kebijakan antidumping produk ubin porcelain lebih besar mudaratnya dibanding manfaatnya bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan khususnya bagi industri hilir.

"Dengan berlakunya Antidumping yang belum siap diikuti oleh produsen dalam negeri maka akan terjadi kekosongan barang di pasar yang selama ini disubstitusi dengan barang Impor," kata Antonius.

Lebih lanjut, dirinya menyebut bahwa dengan berlakunya Antidumping maka akan mengurangi devisa negara dari sektor penerimaan pajak impor bernilai sekitar Rp10 triliun per tahun, belum termasuk Ppn penjualan dan PPh badan atas Penjualan di tingkat pasar ke masyarakat Indonesia semuanya. 

"Sedangkan program pemerintah untuk mensejahterakan rakyat Indonesia dan tentunya memerlukan anggaran negara yang sangat besar," tandasnya.

Antonius mengungkapkan bahwa saat ini, produk yang banyak diproduksi oleh produsen dalam negeri yaitu ubin keramik body merah dengan standar penyerapan air di atas 10%, sedangkan produk impor adalah ubin porcelain body putih dengan standar penyerapan air dibawah 5%. 

"Produk ini masih sangat kurang diproduksi di dalam negeri, sedangkan pangsa pasarnya sudah terbentuk sejak tahun 1993," jelas Antonius.

Menurutnya, produsen dalam negeri dalam kurun waktu 30 tahun lebih tidak melakukan modernisasi teknologi mesin.

"Mereka merasa nyaman dengan pasar keramik body merah dan mereka tidak sadari permintaan pasar semakin meningkat dan maju mengikuti perkembangan zaman, akhirnya pangsa pasar yang tidak ada barang di dalam negeri diisi oleh importir selama 30 tahun lebih," jelasnya.

Antonius menyebut bahwa baru dalam kurun waktu 2 tahun belakangan, produsen dalam negeri mulai bangkit memproduksi ubin porcelain, akan tetapi varian ukurannya hanya 60x60 cm saja. 

"Yang produksi ukuran 80x80 dan 60x120 hanya baru 3-4 pabrik saja dan itupun desainnya menurut pasar dan permintaan konsumen kurang bersaing dari segi motif. Sedangkan, produsen dalam negeri yang memproduksi lempengan besar ukuran 1,2 x 2,4 meter dan 1,6 x 3,2 meter hanya ada dua pabrik di Tanah Air," paparnya.

Sebelumnya, Pemerhati Industri, Achmad Widjaja menyebut bahwa produk keramik impor yang masuk ke pasar dalam negeri merupakan produk yang belum banyak diproduksi oleh industri dalam negeri. 

"Produk yang masuk ke dalam pasar dalam negeri itu produk yang sudah berbeda spesifikasinya dengan yang diproduksi dalam negeri," tegas Achmad Widjaja.

Artinya, lanjutnya, jika pemerintah memberlakukan antidumping, artinya pemerintah harus tahu bahwa industri keramik nasional belum siap. 

"Kalau anti dumping diberlakukan, apakah setahun atau tiga tahun berikutnya industri ini akan berubah, pastinya tidak, kenapa? Karena industri itu bisa dilihat bertumbuh itu dari lima tahun sebelumnya. Pertanyaannya? Pemerintah harus cek lima tahun sebelum terjadi safeguard dua sampai tiga kali ini apa yang telah dilakukan oleh industri, agar semua perdagangan bisa dinetralisir," tukasnya.

Anti Dumping Ubin Keramik saat ini dilakukan di tengah tengah Masih berlakunya BMTP tahun ke 6, dan saat ini KPPI melakukan Penyelidikan BMTP kembali untuk diperpanjang yang ketiga kalinya.

Saat ini impor Indonesia dari Cina berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 adalah 62,18 miliar dolar AS, sedangkan ekspor Indonesia 60 miliar dolar AS. 

Untuk 2024, BPS mencatat neraca perdagangan barang Indonesia kembali surplus sebesar US$3,56 miliar pada April 2024 ini. Surplus ini lebih rendah dibandingkan Maret 2024 yang sebesar US$4,58 miliar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya