Jokowi Setujui Cuti Ibu Melahirkan Maksimal 6 Bulan, Begini Respons Pengusaha
- VIVA/Anwar Sadat
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui cuti melahirkan untuk seorang ibu maksimal 6 bulan. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, yang diteken Jokowi pada 2 Juli 2024.
Hal ini pun direspons oleh Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Sarman Simanjorang. Dia mengatakan, pihaknya memang belum membaca mengenai UU 4/2024 ini. Namun bila berkaca pada draf sebelumnya, pihaknya tidak mempermasalahkan terkait adanya cuti maksimal 6 bulan bagi ibu yang melahirkan.
"Kalau kita lihat draft-nya yang dulu bahwa kami sebenarnya tidak mempermasalahkan dengan adanya aturan ini. Karena di sana ada klausul bahwasanya tambahan cuti tiga bulan itu apabila ditemukan kondisi-kondisi atau kelainan-kelainan tertentu, baik untuk si bayi maupun ibunya dalam hal ini," kata Sarman kepada VIVA, Rabu, 3 Juli 2024.
Sarman mengatakan, bila nantinya pekerja yang melahirkan itu mengalami masalah kesehatan, maka Pengusaha meminta agar ada kejelasan mengenai rumah sakit/puskesmas yang menyatakan bahwa ibu tersebut memang membutuhkan waktu cuti tambahan.
"Kira-kira institusi atau mungkin dari mana kami atau pengusaha mendapatkan bahwa katakanlah memang ada kelainan bagi si ibu maupun si bayi misalnya. Jadi ini kan harus jelas sumbernya, apakah itu harus dari rumah sakit, ataukah dari puskesmas atau dokter spesialis atau dari tenaga medis tertentu misalnya," jelasnya.
Menurut Sarman, hal tersebut harus dijelaskan pemerintah agar tidak menjadi permainan oleh para pekerja. Karena pada akhirnya akan merugikan pengusaha.
"Sehingga ini jangan menjadi akal-akalan yang akhirnya juga menjadi kerugian bagi pengusaha dalam hal ini. Ya kalau memang itu sesuatu kelainan yang perlu perawatan, tentu nanti pengusaha akan memberikan pertimbangan cuti tambahan selama tiga bulan dalam hal ini," terangnya.
Meski demikian, Sarman menuturkan bahwa secara umum cuti melahirkan yang akan diberikan perusahaan kepada pekerjanya adalah selama tiga bulan.
"Kalau secara umum kami lihat bahwa kewajiban pengusaha itu adalah tetap tiga bulan. Jadi saya rasa kalau tetap tiga bulan itu sudah lazim dilaksanakan selama ini sudah berlaku," ujarnya.
Adapun, aturan pemberian cuti kepada ibu hamil maksimal 6 bulan itu tercantum dalam Pasal 4 disebutkan cuti melahirkan dengan ketentuan paling singkat 3 bulan pertama. Kemudian paling lama 3 bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
“Cuti melahirkan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) huruf a wajib diberikan oleh pemberi kerja,” bunyi UU 4/2024 dikutip pada Rabu, 3 Juli 2024.
Sementara, ibu yang melahirkan juga diberikan waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter, dokter kebidanan dan kandungan, atau bidan jika mengalami keguguran, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf b.
Untuk kondisi khusus sebagaimana dimaksud, yakni ibu mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, komplikasi pasca persalinan atau keguguran, anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, atau komplikasi. Hal ini diatur pada Pasal 4 Ayat (5).
Selanjutnya, pemerintah mengatur bahwa ibu yang sedang melaksanakan hak cuti tidak bisa diberhentikan oleh perusahaan tersebut sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Ayat (1).
“Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf a dan huruf b tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan,” bunyi beleid tersebut.