Mantan Gubernur BI Sebut Rupiah Bisa Tembus Rp 17.000/US$ Jika Ini Terjadi

Lembaran mata uang rupiah dan dolar AS di Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Jakarta – Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 1993-1998, Soedradjad Djiwandono memperkirakan, rupiah berpeluang tembus Rp 17.000 per dolar AS. Pelemahan itu, menurutnya bisa terjadi jika the Fed menaikkan suku bunga acuannya. 

Soedradjad Djiwandono Pilih Program Makan Bergizi Gratis Ketimbang Bangun IKN, Simak Alasannya

Pada perdagangan hari ini, rupiah diketahui tercatat melemah sebesar 46 persen ke level Rp 16.396 per dolar AS. Bahkan belakangan ini, rupiah hampir menyentuh Rp 16.500 per dolar AS. 

"Kalau the Fed menaikkan suku bunga, itu yang paling berbahaya. Hanya kalau AS naikkan suku bunga maka kita bisa depresiasi sampai Rp 17.000. Tapi kalau enggak naikin, enggak akan sampai Rp 17.000," ujar Soedradjad dalam Mid Year Banking & Economic Outlook 2024, Selasa, 2 Juli 2024.

Dolar AS Menguat Bisa Dongkrak Harga Tiket Pesawat, Begini Antisipasi Kemenhub

Mantan Gubernur Bank Indonesia 1993-1998, Soedradjad Djiwandono

Photo :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Menurut Soedradjad, dengan belum adanya keputusan the Fed, mata uang dolar sudah mengalami penguatan. Sehingga, bila the Fed menaikkan suku bunga acuannya akan menjadi kekhawatiran terhadap mata uang rupiah. 

Melemah Pagi Ini, Rupiah Diproyeksi Menguat Meski Berfluktuasi

"Menurut saya diem aja, dolar kuat kok," ujarnya. 

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penyebab melemahnya rupiah itu dikarenakan kekecewaan pasar terhadap kebijakan suku bunga bank sentral AS, Federal Reserve atau The Fed. 

Sri Mulyani mengatakan, pada bulan Mei ini rupiah sudah mencapai level Rp 16.431 per dolar AS. Hal ini disebabkan oleh sentimen dari pasar keuangan global dan domestik. 

Dari sisi pasar keuangan global jelasnya, pelemahan ini karena semakin terkonfirmasinya bawa suku bunga The Fed tidak akan turun seperti yang diharapkan pasar, sebanyak empat hingga lima kali. 

"Market dalam hal ini mengharapkan adanya penurunan empat hingga lima kali pada tahun ini namun, ternyata FFR masih mengalami posisi yang stabil di 5,5 persen dan tidak terjadi tanda-tanda bahwa mereka akan segera menurunkan. Bahkan yang paling optimis penurunannya hanya satu kali pada tahun ini. Ini yang menyebabkan ekspektasi market yang kecewa atau tidak tersampaikan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, Kamis, 27 Juni 2024.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya