BPS Ungkap Jumlah Penduduk Miskin RI Turun Jadi 25,22 Juta Orang

foto ilustrasi kemiskinan
Sumber :

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2024 mencapai 25,22 juta orang. Angka kemiskinan ini turun 0,33 persen atau sebanyak 680 juta orang secara tahunan atau year on year (yoy).

Jumlah Wisatawan Mancanegara Melancong ke RI Naik 7,36 Persen pada Mei 2024

"Jumlah penduduk miskin mencapai 9,03 persen (dari total penduduk Indonesia) atau sebesar 25,22 juta orang," kata Plt Sekretaris Utama BPS Imam Machdi dalam konferensi pers Senin, 1 Juli 2024.

Dia menyebut, tingkat kemiskinan ini lebih rendah dibandingkan kondisi pada saat pandemi COVID-19. Karena pada Maret 2020 angka kemiskinan Indonesia mencapai 26,42 juta, lalu naik pada September 2020 menjadi 27,54 juta orang.

BPS Catat Deflasi Juni 2024 Capai 0,08 Persen, Didorong Bawang Merah-Daging Ayam

Kemiskinan meningkat di tengah pandemi

Photo :
  • vstory

Imam menjelaskan, untuk tingkat kemiskinan di wilayah perkotaan maupun pedesaan turun. Untuk penurunan terbesar terjadi di pedesaan sebesar 0,43 persen yoy, dan perkotaan sebesar 0,20 persen yoy.

UGM Terjunkan 7.162 Mahasiswa KKN PPM ke 35 Provinsi di Indonesia

“Jika dibandingkan kondisi sebelum pandemi maka tingkat kemiskinan di tingkat pedesaan sudah lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi. Sementara tingkat kemiskinan di wilayah perkotaan masih lebih tinggi dari kondisi sebelum pandemi,” ujarnya. 

Imam melanjutkan, 18 provinsi di Indonesia mengalami tingkat kemiskinan di bawah level nasional, dan 20 provinsi di atas nasional. Adapun tingkat kemiskinan tertinggi ada di Papua Pegunungan 32,97 persen dan terendah di Bali sebesar 4 persen.

Gedung BPS / Badan Pusat Statistik

Photo :
  • vivanews/Andry Daud

“Dibandingkan Maret 2023, tiga provinsi mengalami kenaikan tingkat kemiskinan yaitu Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, dan Kepulauan Bangka Belitung,” jelasnya.

Di samping itu, Imam mengatakan garis kemiskinan RI per Maret 2024 mencapai 5,90 persen. Hal ini didorong oleh kenaikan harga komoditas pokok dengan makanan yang memberikan andil sebesar 74,4 persen, dan sisanya adalah kelompok bukan makanan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya