Ketua OJK Prediksi Ekonomi Global 2024 dan 2025 Masih Sideways, Ini Penyebabnya

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Jakarta – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2024 dan 2025 cenderung sideways atau tidak ada perubahan berarti. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi yang masih tinggi.

Daya Saing RI Naik ke Posisi 27, Pengamat: Dongkrak Kepercayaan Investor

Mahendra mengatakan, pada 2024 ini pertumbuhan ekonomi global masih diiringi divergensi atau perbedaan yang tinggi. Ini dipicu oleh inflasi yang masih tinggi di Amerika Serikat, risiko stagflasi di Eropa, dan perlambatan ekonomi di RRT.

"Sedangkan untuk 2025, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan juga masih sideways, artinya tidak akan ada perubahan berarti dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dilihat dari pertumbuhan yang diperkirakan IMF dan World Bank nampaknya akan kurang lebih sama," kata Mahendra dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI Rabu, 26 Juni 2024.

Kasus Dugaan Pemalsuan Dokumen RUPSLB BSB, Fungsi Pengawasan OJK Dipertanyakan

Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi/Realisasi Investasi.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Mahendra menuturkan, terkait apakah tahun depan ekonomi dunia akan mengalami pertumbuhan. Menurutnya, hal ini bergantung dengan perkembangan ekonomi Tiongkok dan kebijakan moneter negara-negara lain. 

6 Aplikasi Penghasil Saldo Dana Gratis Terpercaya, Ada TikTok!

"Tergantung dari perkembangan di Tiongkok, lalu kebijakan moneter global mulai akan menuju konvergensi dengan suku bunga yang diperkirakan akan turun. Namun, di lain pihak ruang pemerintah negara-negara barat terutama, dan negara industri menghadapi stimulus fiskal yang sangat terbatas. Sehingga diramalkan pertumbuhan menurut IMF adalah 3,2 persen dan World Bank 2,7 persen," jelasnya.

Di sisi domestik, Mahendra mengatakan bahwa Pemerintah optimis ekonomi RI akan membaik. Meskipun ekspor Indonesia masih mengalami tekanan.

"Ekspor masih tertekan, dan seiring dengan itu penurunan harga komoditas dan permintaan global terjadi. Sehingga besaran dari defisit neraca transaksi berjalan akan lebih dipengaruhi oleh kebijakan domestik mengingat kondisi global yang masih berat itu," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya