Jokowi Mau Perpanjang Restrukturisasi Kredit, Ekonom: Jangan Sampai, Bank yang Kasihan
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Jakarta - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta kebijakan restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 diperpanjang hingga 2025. Kebijakan ini pun sudah dihentikan pada 31 Maret 2024.
Menanggapi itu, ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Aviliani menilai, stimulus restrukturisasi yang terlalu lama bisa menciptakan moral hazard. Menurutnya, tidak semua debitur perlu diberikan stimulus restrukturisasi.
“Kalau kebijakan itu dilakukan secara keseluruhan saya rasa nggak masalah, karena kan masih ada juga yang masih punya masalah. Tapi, jangan diberlakukan untuk semua. Banyak orang moral hazard gitu loh,” kata Aviliani di Kompleks Kantor Kementerian Keuangan Selasa, 25 Juni 2024.
Dia mengatakan, jika kebijakan restrukturisasi kredit kembali diperpanjang akan merugikan bank. Sebab, perbankan harus menurunkan bunga kredit saat nasabah meminta restrukturisasi kredit.
“Jangan sampai. Oh, itu karena Pak Jokowi semua orang minta (restrukturisasi). Nah, bank-nya yang kasihan. Orangnya nggak perlu direstrukturisasi lagi,” jelasnya.
Aviliani mengatakan debitur yang menerima stimulus restrukturisasi akan sulit untuk mengajukan kredit baru ke bank lain. Sebab, debitur tersebut dinilai memiliki catatan merah perbankan.
“Karena kalau orang yang sudah restrukturisasi, dia mau pindah bank tuh nggak diterima oleh bank lain. Karena nanti dianggap oleh si pengawas OJK-nya adalah, kamu sudah restrukturisasi, kok pindah ke bank lain?” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan untuk perpanjangan restrukturisasi kredit, pihaknya akan melakukan pendalaman dan evaluasi terkait rencana tersebut.
“Saya mendengar hal itu, kami ingin dalami yang dimaksudkan dengan hal-hal yang terkait (perpanjangan restrukturisasi kredit perbankan),” kata Mahendra kepada wartawan di Kompleks Kementerian Keuangan Selasa, 25 Juni 2025.
Adapun, kebijakan restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak COVID-19 baru saja berakhir pada 31 Maret 2024. Hal ini seiring pencabutan status pandemi COVID-19 hingga perekonomian Indonesia yang pulih dari dampak pandemi, termasuk kondisi sektor riil.
“Kalau kemarin dalam pengambilan putusan untuk pengakhiran dari restrukturisasi kredit pandemi, sudah dihitung dari segi kecukupan modal, pencadangan CKPN, maupun juga tidak mengganggu likuiditas dan kapasitas untuk pertumbuhan kredit sudah dilihat, diperhatikan, dan dikawal,” ujar Mahendra.