Rupiah Melemah Capai Rp16.400, Menperin Pede Tak Ada PHK Industri
- Kemenperin
Jakarta – Nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir ini terus mengalami pelemahan. Rupiah bahkan pernah anjlok dengan hampir menyentuh level Rp 16.500 per dolar AS.
Adapun dalam penutupan perdagangan sore ini rupiah berada di level Rp 16.431 per dolar AS.
Lantas, dari pelemahan rupiah ini apakah akan mendorong Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri tekstil?
Merespons itu, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan dia optimis industri manufaktur tetap kuat. Sebab menurutnya, industri ini memiliki ketahanan yang tinggi.
"Terkait dengan pelemahan rupiah, industri atau manufaktur resilience pada dasarnya seperti itu. Memang ada tantangan tapi saya kira ketahanan kita tetap tinggi," kata Agus di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 24 Juni 2024.
Dia pun menjawab soal industri tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) terancam bangkrut. Agus bilang berkaitan dengan itu, Kemenperin akan mempelajari apa penyebabnya.
"Itu harus kita pelajari mengapa bangkrut. Kita mesti lihat model bisnisnya seperti apa di Sritex Group itu. Apakah bangkrutnya murni karena tekstil, apakah ada masalah-masalah yang dihadapi pusat," ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo membeberkan alasan melemahnya nilai tukar rupiah. Dari sisi domestik salah satunya karena dipengaruhi persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan.
Untuk diketahui, Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto baru akan dilantik pada November 2024.
"Dari faktor domestik, tekanan pada rupiah juga disebabkan oleh kenaikan permintaan valas oleh korporasi termasuk untuk repatriasi dividen, serta persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan," kata Perry dalam konferensi pers di Kantor Bank Indonesia Kamis, 20 Juni 2024.
Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah ini juga dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian pasar global. Hal itu terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan Federal Funds Rate (FFR).
"Pelemahan nilai tukar rupiah tersebut dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian pasar global, terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan FFR, penguatan mata uang dolar AS secara luas, dan masih tingginya ketegangan geopolitik," jelasnya.