Rupiah Tembus Rp 16.400/US$, Sri Mulyani Beberkan Dampaknya ke Subsidi Energi

Konferensi Pers terkait Kondisi Fundamental Ekonomi Terkini dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berdampak ke beban subsidi energi yang ditanggung pemerintah. Apalagi, saat ini nilai tukar rupiah mencapai Rp 16.400 per dolar AS. 

Rupiah Terus Melemah, Industri Ini Terancam Ikut Kena Getahnya

Sri Mulyani mengatakan, pelemahan rupiah ini akan berdampak terhadap belanja-belanja yang dominasinya menggunakan mata uang asing. Hal ini utamanya ke Bahan Bakar Minyak (BBM). 

"Akan terjadi pengaruhnya terhadap belanja-belanja yang denominasinya menggunakan currency asing seperti subsidi listrik, subsidi BBM yang sebagian bahannya adalah impor. Maka nanti ada yang disebut efek rembesan itu dari rupiah yang bergerak ke dalam," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Pusat DJP, Senin, 24 Juni 2024.

Sri Mulyani Minta OJK Naikkan Literasi dan Inklusi Keuangan Jadi 100 Persen

Pekerja menunjukkan uang Rupiah dan Dolar Amerika Serikat di sebuah tempat penukaran uang di Jakarta.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Bendahara Negara ini tidak secara gamblang mengatakan bahwa potensi pelebaran subsidi ini karena pelemahan nilai tukar rupiah. Sri Mulyani hanya menekankan bahwa saat ini beberapa indikator makro yang menjadi ukuran APBN 2024 sudah banyak yang melenceng.

Sri Mulyani Curhat Sering Ditawari Pinjol Setiap Hari

"Jumlah belanja subsidi BBM, listrik, LPG, itu kalau tidak ada perubahan policy yaitu volume sesuai dengan yang ada dalam UU APBN, kurs menggunakan asumsi tapi sekarang deviasi, harga minyak sesuai asumsi tapi juga ada deviasi," ujarnya. 

Sri Mulyani melanjutkan, untuk selisih penguatan dolar AS ini akan disesuaikan dengan tagihan dari PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero). Tagihan yang diajukan ini akan dibayarkan setelah diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) 

"Nanti akan ditagihkan oleh Pertamina dan PLN kepada pemerintah setiap kuartal, kita kemudian akan meminta BPKP untuk mengaudit. Dan kami akan membayar sesuai dengan kemampuan keuangan negara, seperti tahun lalu kami membayarkan sampai kuartal III, karena kuartal IV itu baru diaudit sesudah tahun anggaran selesai," terangnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya