Relaksasi Impor Rugikan Produsen Nasional, Pemerintah Diminta Prioritaskan Daya Saing Industri Lokal

Ekspor-Impor
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta – Ekonom Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo Ernoiz Antriyandarti menyoroti langkah Pemerintah terkait terbitnya Permendag No. 8 tahun 2024 soal relaksasi impor. Menurutnya Langkah tersebut akan memberikan dampak buruk bagi sektor industri Indonesia.

Daya Saing RI Naik ke Posisi 27, Pengamat: Dongkrak Kepercayaan Investor

Dia menegaskan, Pemerintah tetap harus mengedepankan daya saing industri dalam negeri dibanding tekanan atau pujian asing terkait besarnya pasar Indonesia.

“Aturan terbaru yang dikeluarkan Menteri Perdagangan ini dapat menjadi masalah baru bagi industri secara umum serta khususnya industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Penurunan daya saing tekstil Indonesia dalam dekade terakhir ini saja masih belum terselesaikan. Permendag No 8 tahun 2024 berpotensi memperburuk kondisi pertekstilan Indonesia,” terang Ernoiz dikutip dari keterangannya, Jumat, 21 Juni 2024.

Strategi Bupati Nina Agustina Tingkatkan Ekonomi Indramayu Lewat Kawasan Industri

Ekspor-Impor.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Menurutnya sebagai anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia memang harus mendukung liberalisasi perdagangan. Akan tetapi, Pemerintah juga harus berhati-hati dan melindungi produsen dalam negeri, terlebih lagi jika sektor tersebut jelas-jelas telah kehilangan daya saingnya. 

Peringkat Daya Saing RI Tertinggi Sepanjang Sejarah, Kinerja Bahlil Diapresiasi

“Banyak komoditas Indonesia masih harus menguatkan daya saingnya, ketika semakin diliberalisasi maka dampak negatif dari perdagangan internasional akan lebih dirasakan oleh produsen-produsen dalam negeri, terutama produsen berskala kecil,” imbuh Ernoiz.

Dia pun mengingatkan Pemerintah harus dapat bersikap tegas dan membuat batasan agar jangan sampai kemudahan impor menjadi bumerang bagi neraca perdagangan Indonesia yang sudah surplus saat ini. Dalam suratnya itu kamar dagang asing masih meminta pemerintah Indonesia untuk merelaksasi izin impor lebih luas lagi dari yang sudah dilakukan melalui Permendag 8 tahun 2024. 

“Jika relaksasi impor direalisasikan untuk komoditas yang berdaya saing, tidaklah mengkhawatirkan. Jika relaksasi impor direalisasikan untuk komoditas tekstil dan produk tekstil (TPT), dapat menjadi pemicu semakin merosotnya daya saing, pabrik tekstil yang tutup bertambah, PHK juga meningkat,” tambah Ernoiz.

Ernoiz juga menyoroti beberapa asosiasi industri yang menyuarakan bahwa setelah aturan Permendag nomor 8 tahun 2024 mulai kehilangan kontrak dalam negeri karena pelanggannya memilih untuk melakukan impor. 

“Momentum ini dapat menurunkan kepercayaan pengusaha dalam negeri terhadap keberpihakan pemerintah. Iklim usaha di dalam negeri dapat terganggu yang jika dibiarkan akan menimbulkan bibit-bibit terjadinya guncangan ekonomi nasional.” tambah Ernoiz.

Ilustrasi Ekspor-Impor

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Lebih lanjut Ernoiz pun bertanya-tanya mengenai motif utama dari langkah Pemerintah melakukan relaksasi impor ini karena akan sangat mempengaruhi sektor industri dalam negeri dan khususnya serapan tenaga kerja. Menurutnya saat ini banyak kebijakan-kebijakan yang minim kajian sebelum diberlakukan, berakibat tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat pasti menimbulkan kerugian publik.

“Apa sebenarnya target pemerintah dengan instrumen kebijakan ini? Menurunkan inflasikah? Jika betul, berapa persen ekspektasinya, karena inflasi dan pengangguran merupakan trade off yang sulit dihindari. Kurva Phillips mengingatkan bahwa penurunan inflasi cenderung meningkatkan pengangguran,” beber Ernoiz.

Dalam kesempatan lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana kebijakan baru dari Kementerian Perdagangan tersebut sudah mulai dirasakan dampaknya bagi para pelaku industri tekstil di Indonesia dan akan kian parah dalam beberapa waktu ke depan.

“Dalam waktu cepat puluhan ribu kontainer yang masuk ke Indonesia secara legal karena dibuka oleh Permendag itu kemudian akan menghantam produk-produk industri tekstil dan garmen kita yang domestik. Nah kurang lebih proyeksi kita dalam satu tahun ke depan apabila itu tetap terjadi maka setiap bulan akan muncul kurang lebih 10.000 - 30.000 kontainer.” terang Danang.

Danang juga menyayangkan pelaku industri yang tidak didengar khusus dalam perubahan dari Permendag 36/2023 ke Permendag 8/2024 ini. Menurutnya jika pelaku industri dalam negeri diajak maka dampak negatif aturan baru terhadap sektor industri dalam negeri akan bisa ditekan.

“Pada waktu pembahasan peraturan-peraturan ini kami tidak dilibatkan secara formal. Perubahan peraturan dari Permendag No. 36/2023 menjadi Permendag 8/2024 ini kan kemudian juga tidak melibatkan kami. Sehingga kami tahunya ya terkaget-kaget, loh kok tiba-tiba ada perubahan ini, tiba-tiba ada perubahan ini, tiba-tiba dibuka lebar-lebar.” buka Danang.

Menurut Danang aturan ini juga pada akhirnya akan merugikan ke pendapatan negara juga. Karena nilai pajak yang diterima negara menjadi berkurang dari seharusnya jika industri dalam negeri besar akan mampu bayar pajak besar, menjadi mengecil sehingga bayar pajaknya makin kecil.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya