Cegah Kanibalisme, Penggabungan 7 BUMN Karya Harus Berorientasi Jangka Panjang
- ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
Jakarta – Upaya pemerintah mengintegrasikan tujuh BUMN sektor konstruksi alias BUMN Karya ke dalam tiga klaster perusahaan, dinilai sebagai langkah yang logis dari kacamata bisnis.
Namun, Pengamat BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan menekankan, langkah itu harus berorientasi jangka panjang, dan bukan hanya semata-mata bertujuan menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada saat ini.
"Memang sudah sepatutnya dikonsolidasikan. Karena semuanya (BUMN Karya) bermain pada wilayah yang sama, sehingga ada kanibalisme, predatory pricing," kata Herry dalam keterangannya, Jumat, 21 Juni 2024.
Integrasi ini diharapkan bukan upaya pemerintah menyelamatkan BUMN Karya yang kondisinya sedang tidak bagus, seperti misalnya Wijaya Karya dan Waskita Karya, dengan jalan mengintegrasikannya dengan kelima BUMN Karya lainnya.
"Karena punya beban atau kewajiban yang begitu besar, kemudian ditempelkan ke perusahaan yang relatif sehat," ujar Herry.
Skema integrasi yang direncanakan pemerintah mencakup penggabungan PT Adhi Karya (Persero) Tbk dengan PT Brantas Abipraya (Persero) dan PT Nindya Karya (Persero). Ketiga perusahaan akan bergabung dengan fokus pada proyek pembangunan air, rel kereta api, dan sejumlah konteks lain.
Selanjutnya, integrasi antara PT Hutama Karya (Persero) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk, dengan harapan dapat meningkatkan fokus perseroan terhadap proyek pembangunan jalan tol, jalan non-tol, dan bangunan kelembagaan.
Skema ketiga, integrasi antara PT PP (Persero) Tbk dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, yang akan berfokus untuk menggarap pelabuhan laut, bandar udara, rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (EPC), dan bangunan hunian (residensial).
"Pemerintah sudah punya pengalaman. Jadi benchmarking pada Integrasi yang sukses, dan jangan mengulang kesalahan pada integrasi yang sampai sekarang masih menimbulkan masalah," ujarnya.