BI Tahan Suku Bunga Acuan di 6,25 Persen, Ini Alasannya

Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Jakarta – Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada Juni 2024 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,25 persen. Hal ini disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo.

Setelah Bank Indonesia, Giliran KPK Geledah Kantor OJK soal Korupsi Dana CSR

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 19-20 Juni 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,25 persen," kata Perry dalam konferensi pers di Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta, Kamis, 25 Juni 2024. 

Perry menuturkan, dengan tidak dilakukannya kenaikan suku bunga acuan, maka suku bunga deposit facility tetap sebesar 5,5 persen dan suku bunga lending facility di 7 persen. 

Dibayangi Tekanan, Rupiah Menguat di Level Rp 16.309 per Dolar AS

Gedung Bank Indonesia.

Photo :
  • VIVA/Andry Daud

Dia menegaskan, keputusan mempertahankan BI Rate di level 6,25 persen  konsisten dengan kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu sebagai langkah pre-emptive dan forward looking. 

Bursa Asia Dibuka Bervariasi, Investor Soroti Laporan Ekonomi Jepang dan China

"Untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memperkirakan BI akan kembali menahan suku bunga acuannya pada RDG kali ini. Hal ini mempertimbangkan beberapa faktor seperti posisi cadangan devisa hingga prospek perkembangan eksternal. 

"Mempertimbangkan kondisi inflasi yang tetap terkendali, posisi cadangan devisi yang manageable serta prospek keseimbangan eksternal yang tetap manageable. BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan BI rate di level 6,25 persen pada RDG bulan Juni," kata Josua saat dihubungi VIVA, Kamis, 20 Juni 2024. 

Josua menilai, suku bunga acuan BI sebesar 6,25 persen ini masih konsisten untuk menjangkar ekspektasi inflasi serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. 

Adapun dalam beberapa minggu terakhir ini, rupiah melemah dan sempat menyentuh level Rp 16.400 per dolar AS. Menurut Josua, penguatan dolar AS ini dipengaruhi oleh faktor sentimen di Eropa hingga the Fed. 

"Penguatan dolar AS terhadap mata uang global dipengaruhi oleh faktor sentimen seperti pelemahan Euro di tengah ketidakpastian politik di Eropa. Dan arah suku bunga sentral global terutama Fed," jelasnya. 

Dia menyebut, pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) bulan Juni 2024, the Fed diperkirakan memiliki ruang untuk memangkas suku bunga acuannya atau Federal Funds Rate (FFR) sebesar 25 bps di tahun 2024. Sedangkan ruang penurunan FFR diperkirakan sebesar 100 bps pada tahun 2025. 

"Mengingat pelemahan rupiah dan mata uang global lainnya dipengaruhi oleh faktor sentiment dan tidak mencerminkan faktor fundamental ekonomi Indonesia. Maka pelemahan rupiah saat ini cenderung bersifat sementara," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya