OJK Minta Indofarma Buka-bukaan soal Transaksi Pinjol Hasil Temuan BPK
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara, terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai PT Indofarma Tbk terjerat pinjaman online (pinjol). Temuan itu termuat dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Semester II Tahun 2023.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengatakan terkait hal ini pihaknya sudah mengirimkan surat kepada Indofarma.
"OJK telah mengirimkan surat kepada PT Indofarma Tbk, untuk meminta klarifikasi kepada Perseroan terkait pemberitaan di media massa atas pinjaman online alias pinjol dan temuan BPK," kata Inarno dalam keterangan tertulis Jumat, 14 Juni 2024.
Inarno menegaskan, pihaknya akan segera menindaklanjuti bila Indofarma terbukti melakukan pelanggaran ketentuan pasar modal.
"OJK akan menindaklanjuti jika terdapat pelanggaran ketentuan pasar modal," jelasnya.
Adapun sebelumnya, BPK mengungkapkan temuan sejumlah permasalahan di PT Indofarma Tbk dan anak usahanya PT IGM. Keduanya ditemukan telah melakukan aktivitas yang berindikasi fraud/kerugian antara lain dengan melakukan transaksi jual beli fiktif pada Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG).
Kemudian menempatkan dana deposito atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara (Kopnus), menggadaikan deposito pada Bank Oke untuk kepentingan pihak lain, melakukan pinjaman online (fintech).
Lalu, menampung dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di laporan keuangan dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan, mengeluarkan dana tanpa underlying transaction, serta menggunakan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi, melakukan pembayaran kartu kredit/operasional pribadi.
Kedua perusahaan itu pun ditemukan sudah melakukan windows dressing laporan keuangan perusahaan, dan membayar asuransi purnajabatan dengan jumlah melebihi ketentuan.
"Permasalahan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp 278,42 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 18,26 miliar atas beban pajak dari penjualan fiktif FMCG," tulis laporan laporan IHPS Semester II Tahun 2023.