Turunkan Emisi Sambil Manfaatkan Batu Bara, Co-firing PLTU Disebut Jadi Solusi
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta – Pengamat Energi yang juga Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha mengatakan, hilirisasi tambang dan semua skenario yang berkaitan tentu dimaksudkan sebagai langkah mengurangi emisi. Menurutnya, hal yang paling bisa dilakukan dalam waktu dekat guna turut mengimplementasikan upaya tersebut, adalah co-firing PLTU batubara.
"Semuanya skenario yang berkaitan dengan reduction emission, itu semua sebetulnya adalah dalam rangka untuk mereduksi emisi dengan adanya konsep hilirisasi tadi," kata Satya dalam diskusi bertajuk 'Masa Depan Industri Batubara di Tengah Tren Transisi Energi', di kawasan Patra Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 13 Juni 2024.
"Tapi apa yang bisa kita lakukan di dalam PLTU kita dalam waktu dekat? Ya co-firing (PLTU)," ujarnya.
Co-firing merupakan teknik substitusi PLTU batubara dengan bahan biomassa, yang biasa dilakukan dengan cara membakar secara bersamaan kedua bahan tersebut. Sejumlah sumber biomassa yang dimaksud misalnya seperti pelet kayu, serbuk gergaji, cangkang kelapa sawit, hingga sampah atau limbah.
Dengan demikian, limbah hasil pembakaran yang tadinya hanya dibuang, justru bisa memiliki nilai lebih dan bisa mengurangi penggunaan energi batubara. Sehingga, pada akhirnya proses itu juga bisa menjadi solusi untuk mengurangi emisi karbon.
Karenanya, Satya menilai bahwa dalam proses transisi energi yang tengah digencarkan oleh pemerintah saat ini, co-firing PLTU merupakan solusi sekaligus jalan tengahnya. Yakni antara upaya mereduksi emisi, sambil terus memanfaatkan aset (batu bara) eksisting dengan hasil pembakaran yang lebih aman.
"Jadi sebetulnya konsep co-firing itu merupakan jalan tengah, dalam rangka kita berhadapan dengan existing asset, tetapi juga turut berkontribusi terhadap reduction emission," kata Satya.
"Saya yakin bahwa (co-firing) ini memang perlu kita lakukan untuk mengurangi emisi karbon. Hanya sekarang bagaimana caranya upaya pengurangan emisi karbon, dan transisi energi ini berjalan sesuai dengan kemampuan sebuah negara menyerapnya," ujarnya.