Aturan Impor Dilonggarkan, Pengusaha Protes Merasa Diabaikan Pemerintah

Ilustrasi Ekspor-Impor
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta – Gelombang protes datang dari kalangan pengusaha industri tekstil dalam negeri, kepada pemerintah yang baru-baru ini melonggarkan aturan impor melalui Permendag No 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. 

Industri Plastik dan Karet Indonesia Didorong Akselerasi Penerapan Ekonomi Hijau

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana menilai, kebijakan pelonggaran aturan impor itu merupakan hantaman bagi sektor industri tekstil nasional.

"Aturan itu membuat importir tidak lagi mengurus pertimbangan teknis (pertek) dari Kemenperin, yang bertujuan melindungi industri dalam negeri," kata Danang dalam keterangannya, Kamis, 6 Juni 2024.

PKB: Kenaikan PPN Bukan Harga Mati untuk Penguatan APBN

Dengan demikian, Danang menyebut bahwa perizinan impor akan bisa dikeluarkan, tanpa mempertimbangkan keberlangsungan industri dalam negeri. Bahkan, hal itu telah terbukti dengan dilepasnya puluhan ribu kontainer oleh Bea Cukai, Kemendag, dan Kemenkeu, pada 17 Mei 2024 lalu.

Ilustrasi tekstil.

Photo :
  • Freepik
Rokok Ilegal Makin Menjamur, Industri Dorong Langkah Tegas Pemerintah

"Padahal mayoritas dokumen impornya telah dinyatakan bermasalah di tiga pelabuhan, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Belawan," ujarnya.

Danang menegaskan, pertimbangan teknis dari Kemenperin dalam pelaksanaan impor, seharusnya tetap dipertahankan oleh pemerintah karena mempertimbangkan kondisi industri dalam negeri. Karena peraturan itu dinilai lebih menguntungkan importir umum, dibandingkan meningkatkan industri dan produk tekstil dalam negeri.

"Pertek itu dihilangkan oleh kewenangan kementerian lain yang tidak membawahi industri. Kami tidak suka dengan kementerian yang saling bersaing menghilangkan kewenangan kementerian yang lain," kata Danang.

Karenanya, Danang pun meminta Kemenperin untuk mempertahankan adanya pertek tersebut. Sebab itu adalah salah satu cara untuk memastikan perlindungan negara kepada industri padat karya, termasuk tekstil dan alas kaki.

Ilustrasi tekstil/baju/pakaian.

Photo :
  • Freepik/jcomp

"Peta persaingan industri secara umum dan industri tekstil khususnya, itu sangat ketat. Pembukaan keran impor besar-besaran akan membuat sektor industri tekstil sebagai salah satu sektor industri yang menyerap tenaga kerja sangat besar, pasti akan terganggu," kata Danang.

"Maka kalau pertek ditiadakan, industri tekstil akan kebobolan terus dengan barang impor yang masuk secara legal," ujarnya.

Ketua Gabungan Pengusaha Industri Alas Kaki Nusantara David Chalik. David juga mengungkapkan kekecewaan yang sama. Dia menceritakan bahwa para pelaku industri merasa sangat terbantu dengan Permendag 36/2023 karena sangat menjaga keberlangsungan dan pertumbuhan industri dalam negeri. Namun sayang sekali aturan tersebut diganti dengan Permendag 8/2024 yang membuka keran impor besar-besaran.

“Kami senang dan berbunga-bunga dengan Permendag nomor 36/2023, dengan adanya kebijakan tersebut Akhirnya bisa membuat kami lebih kreatif lagi dan punya semangat. Pesanan sepatu di tempat kami itu meningkat termasuk kebutuhan dalam negeri brand-brand lokal dan juga instansi,” terang David.

Ilustrasi alas kaki.

Photo :
  • ist

Namun sejak aturan impor dipermudah oleh Permendag 8/2024 sejak 17 Mei 2024, dampaknya langsung dirasakan oleh para pelaku industri dalam negeri. Pesanan-pesanan yang seharusnya bisa dinikmati pengusaha dalam negeri dan membuka lebih banyak lapangan kerja tak sedikit yang dialihkan para pemesan ke produk impor.

“Sejak pemberlakuan Permendag nomor 8 tahun 2024 pada 17 Mei lalu, tidak sedikit kawan-kawan dari industri kecil yang tadinya mereka sudah akan mendapatkan pekerjaan karena proses pembuatan sepatu itu harus bikin sampel dan lain sebagainya bahkan sudah dijanjikan untuk pekerjaan mereka langsung pindah ke impor,”

David menilai regulasi kemudahan impor ini ini justru membuat industri alas kaki nasional tidak bisa bersaing. Dirinya tentunya berharap bahwa kebijakan Permendag 8/2024 bisa diubah dengan aturan yang semangatnya seperti Permendag 36/2023 yang mendukung kemajuan industri dalam negeri.

"Permendag 8/2024 itu kebijakan yang 'ugal-ugalan' bikin industri nasional mati," tutup David.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya