Ribuan Kontainer Bahan Baku Tertahan di Pelabuhan, Wamendag Ungkap Penyebabnya
- VIVA/Anisa Aulia
Jakarta - Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga menyatakan sulitnya pelaku usaha mendapatkan bahan baku merupakan buntut daripada tertahannya ribuan kontainer di Pelabuhan.
Data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) per tanggal 16 Mei 2024, kata dia, tercatat sebanyak 17.304 kontainer tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok akibat belum terpenuhinya dokumen perizinan untuk Persetujuan Impor (PI).
"Salah satu pemicunya adalah pertimbangan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian," kata Jerry dalam keterangannya pada Jumat, 24 Mei 2024.
Kontainer-kontainer tersebut terdiri dari 3.481 kontainer berisi besi baja paduan dan produk turunannya, 3.248 kontainer berisi tekstil dan produk tekstil, serta 3.240 kontainer berisi produk elektronik. Kemudian 1.967 kontainer berisi produk kimia bahan baku atau penolong, dan 5.368 kontainer komoditi lainnya yang memerlukan PI.
Dilihat dari komposisi itu, Jerry mengatakan bahwa sekitar setengah dari total jumlah kontainer yang tertahan tersebut berisi bahan baku yang diperlukan untuk industri dalam negeri. Antara lain kontainer yang berisi besi baja paduan dan produk turunannya, tekstil dan produk tekstil, dan produk kimia bahan baku/penolong.
"Apabila dijumlahkan, total kontainer tertahan dari ketiga jenis produk tersebut adalah sejumlah 8.696 kontainer atau sebesar 50,25 persen dari total 17.304 kontainer yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok," ujar Jerry.
Jerry mengatakan, sekitar 50,25 persen kontainer yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok itu berisi bahan baku untuk keperluan industri dalam negeri, dalam rangka memproduksi produk jadi dan juga sekaligus meningkatkan nilai tambah.
Sementara untuk ketiga produk yakni besi baja, produk tekstil, dan produk kimia, membutuhkan Pertek dari Kementerian Perindustrian untuk mendapatkan PI.
"Oleh karena itu, dengan adanya penumpukan kontainer tersebut secara langsung akan berdampak pada industri dalam negeri, disebabkan para pelaku usaha atau pabrik menjadi sulit berproduksi karena tidak ada bahan baku. Artinya, sulitnya Pertek ini berpotensi memicu sulitnya produktivitas untuk industri dalam negeri," ujarnya.