Pelaku UMKM Resah soal Zonasi Larangan Penjualan Rokok di RPP Kesehatan, Terancam Merugi

Penjual melayani pembeli rokok di Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Jakarta – Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seperti pemilik usaha warung, diresahkan dengan rencana pengaturan produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, yang merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) tentang Kesehatan No. 17/2023.

Kawal Implementasi Kebijakan Hapus Utang UMKM, Menteri Maman: Mereka Punya Nyawa Lagi

Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (Keris) dan Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) Perjuangan, Ali Mahsun Atmo mengatakan, perlu adanya keselarasan dengan pemangku kepentingan, terkait aturan-aturan tembakau di RPP Kesehatan.

"Termasuk rencana aturan pelarangan penjualan rokok dengan zonasi di bawah 200 meter dari tempat pendidikan," kata Ali dalam keterangannya, Selasa, 21 Mei 2024.

Kisah Sukses Agen Mitra UMi BRI di Merauke, Tingkatkan Ekonomi Keluarga Hingga Sekolahkan Anak

Ilustrasi usia merokok minimal 18 tahun ke atas.

Photo :

Ali mengatakan, peraturan ini akan berdampak sangat besar pada keberlangsungan usaha, bagi pelaku usaha warung yang terdampak. Di mana, pelaku usaha yang berada di area tersebut tidak lagi dapat menjual rokok.

Bahas Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek, Kemenkes Janji Rangkul Seluruh Stakeholder

"Padahal rokok adalah barang yang legal untuk diperdagangkan, dan sudah ada pembatasan usia minimal untuk membeli rokok," ujar Ali.

Selain itu, Ali menegaskan bahwa sebaiknya pemerintah menerima masukan dari para pelaku usaha, yang terlibat langsung pada penjualan rokok atas rencana aturan ini.

"Saya kira setiap regulasi harus dilakukan sosialisasi dan edukasi yang melibatkan ekonomi rakyat masyarakat. Semua harus dilibatkan dalam proses pembuatan regulasi," ujarnya.

Hal serupa diungkapkan oleh Samsul, seorang pemilik warung Madura di wilayah Jakarta Selatan, yang juga menolak wacana pelarangan penjualan rokok dengan zonasi steril sejauh 200 meter dari tempat pendidikan.

Hal itu dipandang sebagai bentuk diskriminasi, dan akan mematikan usaha mereka. Selain itu, rencana aturan tersebut akan menimbulkan perbedaan perlakuan bagi pedagang rokok di dalam area zonasi, dengan pedagang yang berada di luar zonasi.

"(Omzet) pasti jadi turun banget kalau aturannya seperti itu. Lagipula, kan ini bukan salah dari warung yang jualan di area situ. Kok jadi kami yang kena aturannya," khawatir Samsul.

Dia mengaku, peraturan ini dapat mematikan pedagang yang memang sudah berjualan di lokasi tersebut, akibat terkena larangan penjualan rokok.

"Sementara aturan ini masih sangat minim sosialisasi, sehingga berpotensi adanya miskomunikasi antara pedagang dengan petugas yang akan mengawasi aturan tersebut," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya