Jokowi Tunda Penerapan Kewajiban Sertifikasi Halal Produk UMKM hingga 2026, Ini Pertimbangannya
- Dok. BPJPH
Jakarta – Presiden Joko Widodo resmi mengundur kewajiban sertifikasi halal bagi produk-produk usaha mikro dan kecil. Aturan itu sebelumnya akan mulai diberlakukan pada Oktober 2024, dan diputuskan mundur penerapannya menjadi tahun 2026.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan hal tersebut usai rapat terbatas soal sertifikasi halal di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
"Nah tentu UMKM tersebut adalah yang mikro yang penjualannya Rp1-2 miliar (per tahun), kemudian yang kecil yang penjualannya sampai dengan Rp15 miliar (per tahun)," kata Airlangga dikutip, Kamis 16 Mei 2024.
Dia menjabarkan bahwa kewajiban sertifikasi halal tahun 2026 juga ditetapkan untuk kategori obat tradisional, herbal dan yang lain, produk kimia kosmetik, aksesoris, barang gunaan rumah tangga, serta berbagai alat kesehatan. Sedangkan untuk usaha kategori menengah dan besar kewajiban sertifikasi halal tetap Oktober 2024.
Salah satu pertimbangan diundurnya kewajiban sertifikasi halal bagi usaha mikro dan kecil adalah karena capaian target sertifikasi halal per tahun baru mencapai 4 juta lebih, dari yang ditargetkan sebanyak 10 juta sertifikasi halal.
Adapun untuk produk dari berbagai negara lain akan diberlakukan kewajiban sertifikasi halal setelah negara tersebut menandatangani Mutual Recognation Arrangement (MRA).
"Dilaporkan Menteri Agama, sekarang ada 16 negara sudah melakukan MRA, maka negara yang sudah melakukan MRA itu diberlakukan karena halalnya disertifikasi di negara asal sehingga barangnya bisa masuk," terangnya.
Sedangkan untuk negara-negara yang belum menandatangani MRA maka ketentuan belum diberlakukan. Lebih jauh Airlangga menyampaikan bahwa kewajiban sertifikasi halal hanya ditujukan bagi usaha yang telah memiliki NIB atau Nomor Induk Berusaha.
Karena itu pemerintah mendorong para pelaku usaha pedagang kategori "kaki lima" untuk mendapatkan NIB sebagai syarat sertifikasi halal.
"Kan syaratnya itu mendapatkan NIB baru sertifikasi, jadi butuh waktu sosialisasi. Karena ada kekhawatiran (pedagang kaki lima) kalau NIB pajaknya seperti apa, padahal kalau pajak itu kan sudah ada regulasinya kalau di bawah Rp500 juta tidak dikenakan pajak dan sebagainya," kata dia. (Ant)