Rumah Reflektif Surya Bisa Jadi Solusi Pemanasan Global, Simak Penjelasannya

Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta – United Nations Environment Programme (UNEP) alias Program Lingkungan Hidup PBB, merilis data yang menyebut bahwa pembangunan lingkungan binaan merupakan penyerap energi terbesar serta penghasil emisi gas rumah kaca dan limbah yang sangat tinggi.

Dampak Buruk Perubahan Iklim bagi Lingkungan dan Manusia Makin Meningkat, Menurut WMO

Diperkirakan 40 persen dari konsumsi energi dan sekitar 30 persen emisi gas rumah kaca, disebabkan oleh lingkungan binaan secara global. Dampak nyata yang kini semakin jelas dirasakan di berbagai belahan dunia antara lain munculnya fenomena Urban Heat Island.

"Fenomena ini ditandai dengan semakin meningkatnya suhu kawasan pusat kota dibandingkan dengan kawasan di sekitarnya," kata Associate Prof. Prodi Arsitektur Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Beta Paramita dalam keterangannya pada Senin, 13 Mei 2024.

Menag Ungkap Pesan Penting Paus Fransiskus untuk Indonesia Selain Masalah Keragaman

Photo :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Menurut beberapa penelitian, diketahui bahwa fenomena ini merupakan salah satu sumber utama yang menyebabkan terjadinya peningkatan suhu bumi atau pemanasan global. Fenomena Urban Heat Island ini terus meningkat, seiring dengan terjadinya urbanisasi dan pertumbuhan kota. Sehingga, perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengatasinya.

Dradjad Wibowo: Hilirisasi dan Menjaga Kelestarian Alam Penting untuk Pertumbuhan Ekonomi 

Salah satunya yakni dengan pemanfaatan perumahan prefabrikasi dan modular yang sudah menggunakan material bangunan eksterior, dengan tingkat pantulan surya yang tinggi terutama untuk penutup atap.

Beta memastikan, model rumah prefabrikasi di Indonesia itu telah berhasil diwujudkan, berkat kolaborasi antara akademisi dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), BeCool, dan Tatalogam Group.

Rumah yang dikenal ramah lingkungan berstruktur baja ringan (steel frame) dan mengusung konsep ringan, cepat, kuat, dan berbiaya rendah ini, merupakan DNA dari rumah DOMUS milik Tatalogam Group.

"Rumah ini kemudian diberi nama Raflesia, atau Rumah Reflektif Tenaga Surya Indonesia," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Head of Government and Public Relations Tatalogam Group, Maharany Putri menyampaikan, rumah Raflesia ini dibalut oleh penutup atap dan penutup dinding berwarna terang dengan tingkat reflektif surya tinggi.

Setelah menjalani tahap pengujian, bahan baku penutup atap dan penutup dinding memiliki daya pancar 0,90, reflektansi matahari hingga 72,1 persen, serapan matahari hingga 27,9 persen, dan Solar Reflectance Index (SRI) hingga ke 88.0.

Karenanya, rumah Raflesia ini diyakini akan mampu membuktikan bahwa bahan bangunan tersebut sanggup mencegah dampak Urban Heat Island.

Selain itu, rumah modular Raflesia ini disebut-sebut juga lebih ramah lingkungan, karena telah direncanakan secara matang sejak awal tahap desain hingga pelaksanaan konstruksi.

"Semua kebutuhan material dan semua aksesori pendukung dibuat oleh mesin Tatalogam Group di pabrik berdasarkan perhitungan yang tepat, sehingga pembangunannya lebih cepat, hemat biaya, dan yang paling penting, tidak meninggalkan limbah di lokasi konstruksi," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya