Kembangkan Industri Petrokimia RI, Menperin Akui Perlu Insentif yang Lebih Menarik
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta – Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengaku pemerintah menyadari bahwa pengembangan industri petrokimia di Tanah Air memiliki sejumlah tantangan besar. Salah satunya yakni nilai investasi pembangunan pabrik yang sangat besar, sehingga membutuhkan dukungan insentif dari pemerintah guna merealisasikannya.
"Dan insentifnya harus lebih menarik agar kita bisa lebih cepat berkompetisi dengan negara lain," kata Agus Gumiwang di acara The 2024 National Petrochemical Conference, di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 13 Mei 2024.
Selain itu, Agus membeberkan bahwa tantangan lainnya yakni sumber bahan baku yang mayoritas masih diperoleh dari impor. Sehingga, Agus mengakui bahwa faktor ketersediaan dan keterjangkauannya masih sangat-sangat dipengaruhi dari kondisi geopolitik global.
Karenanya, pemerintah melalui Kemenperin memiliki tugas yang penting untuk memastikan terjaminnya ketersediaan bahan baku industri tersebut. Pasokan sumber bahan baku seperti misalnya naphtha, kondensat, dan LPG, harus terus-menerus diupayakan agar tersedia di dalam negeri.
Sementara, Menperin mengakui bahwa sampai saat ini Indonesia masih mengimpor naphtha hingga 2 juta ton setiap tahunnya, dan diperkirakan masih akan terus meningkat.
"Hal ini disebabkan pasokan naphtha di dalam negeri masih diprioritaskan sebagai blending bahan bakar minyak," ujarnya.
Karenanya, Menteri Agus berharap bahwa Pertamina melalui anak-anak usahanya dapat memberikan perhatian khusus mengenai hal tersebut. Antara lain melalui PT Kilang Pertamina Internasional, dan PT Tuban Petrochemical Industries yang merupakan perusahaan patungan antara Kementerian Keuangan dan PT Pertamina (Persero).
"Agar produksi naphtha dapat ditingkatkan, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri di dalam negeri. Karena semua yang masih import," kata Agus.
Pemerintah juga berharap Pertamina mampu memasok bahan baku industri petrokimia domestik. Namun, bukan hanya produk bahan baku petrokimia di sisi hulu, tetapi juga untuk industri intermediate dan industri hilir lainnya. Apalagi, lanjut Agus, saat ini sebenarnya Pertamina melalui sejumlah anak usahanya telah mampu memproduksi produk-produk petrokimia. Misalnya seperti benzena, p-Xylena, dan bahan-bahan lain yang digunakan untuk industri intermediate.
"Tapi pasokannya masih terbatas. Untuk itu, perlu peningkatan produk-produk tersebut agar dapat menciptakan keseimbangan dan kesinambungan antara supply dan demand. Utamanya di industri petrokimia dalam negeri, baik dari hulu hingga hilir," ujarnya.
Sebagai informasi, sebagai upaya untuk mempertemukan sejumlah stakeholder di industri petrokimia dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional dan PT Tuban Petrochemical Industries menggelar 'The National Petrochemical Conference (NPC) 2024', di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 13 Mei 2024.
Mengusung tema 'Building Resilience of the National Petrochemical Industry Amidts Regional and Global Economic Uncertainty', NPC 2024 diharapkan dapat berkontribusi membangun jaringan bersama dalam upaya membentuk ketahanan industri petrokimia nasional.