Pengusaha Ritel Buka-bukaan Alasan Pembatasan Pembelian Gula
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey mengatakan pembatasan pembelian gula di ritel modern saat ini bukan karena stok yang kosong. Hal ini disebut dilakukan untuk mencegah adanya permainan di komoditas tersebut.
"Pembatasan ini bukan artinya stok gula di ritel kosong. Saya mau garisbawahi ya, pembatasan itu bukan berarti kita kosong barang tetapi pemerataan dan mengurangi potensi spekulan," kata Roy dalam acara Halalbihalal di Rempah Manado, Kuningan, Jakarta, Selasa, 7 Mei 2024.
Roy menjelaskan, harga gula pasir di ritel tidak berubah atau stabil di Rp 17.500 per kg. Sedangkan harga gula di pedagang non ritel mencapai Rp 18.200 per kg.
Sehingga dengan adanya perbedaan harga tersebut dikhawatirkan memicu munculnya para mafia berduit. Karena, menurut Roy, para mafia sengaja membeli gula di ritel dalam jumlah banyak yang kemudian kembali dijual dengan harga lebih mahal.
"Ada yang punya uang, tengkulak, dia beli karena dia tau retail Rp 17.500, dia jual Rp 18.000. Nah kita enggak mau menciderai masyarakat," jelasnya.
"Untuk itu, kebijakan pembatasan itu bukan karena kosong atau kurang tetapi pemerataan setiap masyarakat bisa menikmati dengan harga terjangkau," sambungnya.
Kendati demikian, dia memastikan bahwa Aprindo tidak pernah menginisiasi masalah pembatasan pembelian gula. Hal itu murni merupakan kebijakan para pengusaha ritel sendiri.
"Aprindo enggak pernah menginisiasi hal-hal yang menjadi bagian rutin yang dihadapi pelaku retail. Aprindo lebih banyak menginisiasi untuk bagaimana ketersediaan, mengkomunikasikan ke pemerintah dan relaksasi kalau memang diperlukan," imbuhnya.