DPR Tolak Iuran Pariwisata Dibebankan ke Industri Penerbangan, Tiket Pesawat Bisa Makin Mahal

Ilustrasi harga tiket pesawat pendorong inflasi.
Sumber :
  • Viva.co.id/ Sherly (Tangerang)

Jakarta  Anggota Komisi VI DPR RI yang juga Wakil Ketua Umum Indonesia Congress and Convention Association (INCCA) Evita Nursanty menolak rencana pemungutan iuran dana pariwisata dengan membentuk Dana Pariwisata Berkelanjutan atau Indonesia Tourism Fund. Sebab akan menjadi beban tambahan yang menyebabkan harga tiket penerbangan makin mahal.

Libur Nataru, Bali dan Surabaya Dominasi Penerbangan Terpadat di Bandara Soetta

Menurut dia, langkah tersebut justru akan membebani maskapai atau industri, wisatawan bahkan bisa mematikan pariwisata itu sendiri. Sebab wisata ke Indonesia makin mahal.

"Rencana itu (pungut iuran dari tiket pesawat) untuk saat ini jangan dilanjutkan. Waktunya pun tidak pas dan tidak zamannya lagi menambah pungutan-pungutan baru yang akan menjadi beban bagi industri penerbangan, bagi wisatawan atau masyarakat maupun bagi pariwisata itu sendiri,” kata Evita dikutip dari keterangannya, Jumat, 26 April 2024.

Haris Rusly Moti: PPN 12 Persen Produk PDIP Sebagai Ruling Party

Suasana Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali

Photo :
  • Maha Liarosh (Bali)

Menurut Evita, jika iuran ini disetujui, maka bukan hanya tiket pesawat yang makin naik, tapi akan terjadi pungutan berlipat yang makin memberatkan wisatawan. Apalagi jika yang disasar itu adalah wisatawan mancanegara.

Pemerintah Malaysia Setujui Lanjutkan Pencarian Pesawat MH370, Ini Respons Keluarga Korban

Sebab sebelumnya sudah ada Pungutan Wisatawan Asing (PWA) yang diberlakukan di Bali sejak 14 Februari 2024 dengan memungut Rp 150.000 per wisman yang berkunjung ke Bali. Belum lagi dengan uang yang harus dikeluarkan untuk Visa on Arrival (VoA) Rp 500.000 menyusul pencabutan kebijakan bebas visa.

Selain PWA dan VoA, ada lagi pungutan-pungutan yang banyak jenisnya di berbagai destinasi wisata khususnya di setiap objek wisata, termasuk dengan penetapan pajak maupun retribusi yang menjadi kewenangan daerah.

Kondisi tersebut, lanjut Politikus PDIP itu, akan membuat wisatawan makin enggan datang ke Indonesia. Kondisi sebaliknya di negara-negara tetangga yang menjadi pesaing Indonesia, justru wisatawan dimanjakan dengan berbagai kemudahan, termasuk bebas visa.

“Saya lihat Bali akan makin berat, karena mereka nantinya menerapkan double iuran atau pungutan dari wisatawan yaitu pungutan wistawan asing dan pungutan ini. Itu sama sekali tidak bagus bagi citra Bali. Saya khawatir pariwisata kita akan makin tertinggal dengan negara tetangga kita,” ujarnya.

Evita lebih jauh menilai, makin tertinggalnya pariwisata Indonesia sudah terlihat dari kalahnya Indonesia dengan negara tetangga lain seperti Malaysia dan Thailand dalam menarik lebih banyak wisatawan ke dalam negeri. Menurut data, wisman ke Indonesia tahun 2023 hanya 11,68 juta orang, jauh tertinggal dibandingkan Malaysia 20,14 juta (kalau dihitung dengan ekskursionis menjadi total 28,9 juta), dan Thailand 28 juta. 

“Jadi saya benar-benar kuatir, adanya pengutan-pengutan semacam ini justru akan mematikan pariwisata kita,” kata dia.

Ilustrasi wisatawan asing

Photo :
  • Pexels.com/ Oleksandr P

Apalagi, sambung Evita, jika penarikan iuran seperti ini dijadikan tugas dari maskapai penerbangan atau perusahaan moda transportasi lainnya seperti kapal maupun bus. Padahal, Pembentukan Dana Pariwisata Berkelanjutan atau Dana Abadi Pariwisata ini sendiri belum diketahui dengan jelas apa tujuannya.

"Jadi kalau mau ngotot dana ini harus ada, maka saran saya, tolong di-clear-kan dulu ini tujuannya yang jelas seperti apa. Kemudian sumbernya jangan pungutan-pungutan model nebeng-nebeng di industri, tapi langsung saja di APBN atau APBD. Itu lebih jelas pertanggung jawabannya," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya