Kenaikan Tarif Cukai Disarankan Moderat Menyesuaikan Inflasi agar Tidak Suburkan Rokok Ilegal

Bea Cukai tindak ribuan batang rokok ilegal yang dikirim melalui jasa ekspedisi
Sumber :
  • Bea Cukai

Jakarta - Kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang berlebihan secara terus-menerus, dinilai akan sangat memberatkan pelaku industri hasil tembakau (IHT).

Menjadi Akar Perekonomian Nasional, Menko Airlangga Dorong Koperasi Terus Tumbuh dan Beregenerasi

Namun, jika pemerintah tetap ingin melanjutkan rencana kenaikan cukai, sejumlah pihak merekomendasikan agar kenaikannya moderat, tidak lebih dari dua digit dan sesuai dengan tingkat inflasi saat ini.

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef, Andry Satrio Nugroho berpendapat, hal tersebut lantaran kebijakan kenaikan CHT di tahun 2023-2024 justru memicu polemik baru.

Bursa Asia Dibuka Bervariasi, Investor Soroti Laporan Ekonomi Jepang dan China

"Tidak hanya menyebabkan turunnya realisasi penerimaan negara dari CHT, tetapi juga memperbesar perpindahan konsumsi ke rokok ilegal," kata Andry dalam keterangannya, Kamis, 25 April 2024.

Bea Cukai menindak rokok ilegal

Photo :
  • Bea Cukai
Puan Sebut Kenaikan PPN 12 Persen Amanat UU Tapi Harus Cermat

Dalam laporannya, Kementerian Keuangan menjelaskan penerimaan negara dari CHT sepanjang 2023 minus 2,35 persen secara year-on-year (yoy), menjadi hanya Rp 213,48 triliun dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Karenanya, Andry berpendapat bahwa jika ingin menaikkan tarif cukai di tahun 2025, Pemerintah perlu meninjau kembali rumusan yang membentuk tarif cukai. Rumusan yang baku, transparan, dan jelas, sangat berpengaruh pada penerimaan negara dan juga keberlangsungan dari IHT itu sendiri

"Pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan faktor kesehatan dijadikan penentu besaran cukai CHT oleh pemerintah. Misalnya saja dengan asumsi pertumbuhan ekonomi di 2025 mencapai 5 persen, lalu inflasi di angka 3 persen, dan faktor kesahatan tidak lebih dari 1 persen, sehingga semestinya tarif CHT di kisaran 9 persen," ujar Andry.

Sehingga, lanjut Andry, pelaku usaha bisa lebih bersiap untuk menaikkan setorannya pada negara. Karena implikasinya dengan kenaikan tarif cukai yang dua digit tersebut, produksi dari industri hasil tembakau itu menurun. "Dan penerimaan negara dalam bentuk cukai hasil tembakau itu juga otomatis menurun," kata Andry.

Senada, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, turut menyoroti kebijakan kenaikan CHT di tahun 2023-2024, yang juga dinilai tidak mampu membendung maraknya perpindahan konsumsi ke rokok murah dan rokok ilegal.

Dia mengimbau, pemerintah harus lebih serius dalam menutup usaha rokok ilegal untuk meningkatkan penerimaan negara. Sebab, angka kerugian negara dari usaha ilegal, termasuk rokok ilegal, jumlahnya sudah sangat tinggi untuk dapat ditambal oleh negara.

"Permasalahannya, kalau rokok ilegal dengan harga Rp 15 ribu itu semuanya masuk ke perusahaan, sedangkan rokok legal yang masuk ke perusahaan hanya 25 persen, selebihnya masuk ke negara berupa cukai. Berarti apabila rokok legal dengan harga Rp 35 ribu maka hanya sekitar Rp 8-9 ribu yang masuk ke perusahaan untuk biaya produksi, karyawan, dan keuntungan. Ya, pasti kalah kalau (yang legal) mau melawan yang ilegal," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya