Pemilu di AS dan Eropa Diprediksi akan Pengaruhi Iklim Investasi Indonesia
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta -Â Selain Indonesia, tahun 2024 akan ada 64 negara yang juga menyelenggarakan pemilu. Sebagian besar Pemilu 2024 akan terjadi di Benua Eropa, dimana akan ada 19 negara yang akan melangsungkan pesta politik tersebut.
Namun dari semuanya itu, yang paling membetot perhatian mata dunia adalah pelaksanaan Pilpres AS pada bulan November 2024 mendatang, dengan kandidat Donald Trump vs Joe Biden lagi.
Selain itu, ada juga pemilihan awal di Inggris. Meskipun mulanya dijadwalkan untuk Januari 2025, dipastikan bahwa Inggris dapat melangsungkan pemilu lebih awal. Hal ini disebabkan oleh tantangan pemimpin Partai Buruh, Keir Starmer, kepada Perdana Menteri Rishi Sunak, yang mendesak pemilu lebih awal untuk mengatasi kesulitan nasional.
Lalu, bagaimana perubahan politik secara global terkait banyaknya pemilu tersebut berdampak kepada investasi di Indonesia?
Analis Pasar Finansial, Octa Kar Yong Ang mengatakan, tidak diragukan lagi peristiwa yang paling menarik perhatian di dunia politik adalah Pemilu Amerika Serikat pada November 2024 mendatang.
"Kita juga tidak boleh melupakan pemilihan di beberapa wilayah lain, yang mungkin akan membentuk keseimbangan kekuatan global baru," kata Kar Yong Ang dalam keterangannya pada Jumat, 19 April 2024.
Secara tradisional, Kar Yong Ang mengatakan bahwa para investor pasti bakal bersikap skeptis tentang agenda politik, dan memprioritaskan berita keuangan seperti penyesuaian kebijakan moneter atau aktivitas korporasi besar. Namun, memahami iklim politik sangatlah penting, sebelum melakukan investasi dalam periode pemilu.
Selama musim pemilihan presiden, banyak investor yang jatuh dalam jebakan dengan mempercayai bahwa saham berpeluang lebih baik jika partai atau kandidat pilihan mereka menang. Namun, data pasar menunjukkan sebaliknya. Dimana dalam jangka panjang, pasar keuangan justru meningkat terlepas dari partai siapa yang memimpin.
"Mari kita ambil Pemilu AS sebagai contoh. Apa arti Presiden Republik atau Demokrat untuk pasar keuangan? Sejarah pasar AS menunjukkan bahwa kepemimpinan politik memiliki hubungan kecil dengan kinerja pasar, karena pasar pada umumnya berkembang di semua administrasi presiden yang berbeda," ujarnya.
Kar Yong Ang melanjutkan, ada beberapa alasan terkait hal tersebut. Pertama, dinamika pasar yang baik, terlepas dari partai yang memimpin. Pasar saham AS telah memberikan penghasilan positif di bawah sebagian besar pemerintahan, kecuali selama periode yang berakhir dengan resesi besar.
"Sejak diciptakan tahun 1957, indeks S&P 500 telah mencapai penghasilan tahunan rata-rata sekitar 10 persen, terlepas dari apakah Demokrat atau Republik yang berkuasa. Perekonomian AS juga bertumbuh sekitar 3% setiap tahunnya," kata Kar Yong Ang.
Kemudian, tidak ada perubahan ekonomi radikal meskipun terjadi peralihan politik. Struktur perekonomian AS tetap tidak berubah selama beberapa dekade. Bahkan, periode di mana hanya satu partai yang berkuasa, tidak mengakibatkan perubahan signifikan.
Dia menambahkan, mungkin akan ada banyak perubahan politik di tahun mendatang, yang dapat menyebabkan penyesuaian signifikan terhadap lembaga legislatif dan eksekutif pemerintahan. Meski demikian, tidak mudah untuk melihat korelasi antara situasi politik, popularitas presiden, dan keadaan perekonomian serta dinamika pasar keuangan.
Menurutnya, para investor harus lebih berfokus pada lanskap perekonomian global dan kebijakan bank sentral daripada politik. Pengaturan waktu di pasar keuangan pada umumnya rumit dan berisiko. "Mendasarkan keputusan pada siklus pemilu tidak bijaksana dalam sebagian besar situasi," ujarnya.