Pasal Tembakau di RPP Kesehatan Dinilai Ancam Pelaku Usaha dan Budaya Indonesia
- VIVA/ Yeni Lestari.
Jakarta – Pasal-pasal terkait tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan dinilai memberatkan pelaku usaha kecil dan dapat mengancam budaya Indonesia yang telah lestari selama berabad-abad.
Pedagang asongan asal Cililin, Jawa Barat, Udi yang telah berjualan sejak tahun 1997 mengatakan, hasil jualannya dalam satu hari rata-rata mencapai Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu.
"Enggak tentu lah jualan mah. Tapi, separuhnya lebih (pendapatannya) itu dari hasil jualan rokok. Kebanyakan yang beli (rokok) ketengan (eceran per batang)” kata Udi dikutip Selasa, 16 April 2024.
Dengan berjualan rokok secara eceran, Udi mendapatkan keuntungan bersih antara Rp 3.000 sampai Rp 4.000. Selain rokok, barang jualan lainnya dalam kotak yang ia bawa setiap hari antara lain adalah tisu dan barang kecil lainnya.
"Saya harap pemerintah bijaksana. Kalau saya dilarang jual (rokok) eceran berarti saya enggak bisa jualan. Enggak tahu deh nanti jualan apa,” ujarnya.
Sementara itu Budayawan Nahdlatul Ulama (NU), Candra Malik mengatakan, tembakau dalam kehidupan bermasyarakat telah hadir sejak dahulu kala dalam berbagai aktivitas budaya dan sosial di Tanah Air.
“Kita ini tidak boleh lupa jati diri bangsa. Faktanya kita adalah bangsa tembakau. Bukan hanya hari ini dan kemarin. Sudah sejak ratusan bahkan ribuan tahun sehingga wajar sudah menjadi bagian dari budaya bangsa," kata Candra.
Candra mengatakan, pemerintah sebagai pemangku kepentingan dan regulator seharusnya memiliki tanggung jawab dalam melestarikan keberadaan tembakau di Bumi Pertiwi.
"Jadi saya harap pemerintah itu lebih bijaksana. Berurusan dengan tembakau ini urusannya banyak; culture, spiritual, religi. Tembakau telah menjadi bagian dari budaya Indonesia selama berabad-abad dan saat ini diancam oleh pemerintah lewat pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan,” ujarnya.
Dia juga menekankan, jika aturan tembakau di RPP Kesehatan disahkan, maka akan muncul persoalan sosial dan ekonomi yang luas. Karenanya, pihaknya secara aktif menyuarakan pentingnya perlindungan terhadap komiditi khas nusantara ini di tengah gempuran kepentingan pihak lain.
"Pentingnya kegiatan ini adalah memberitahu rakyat bahwa kita sedang menghadapi problematika besar lho, apalagi kalau ini dibiarkan," kata Candra.
Tidak hanya kebudayaan, lanjut Candra, mata pencaharian para petani tembakau dan pekerja di industri ini juga terancam, jika permintaan tembakau menurun imbas dari ketatnya regulasi bagi produk tembakau yang dicanangkan pemerintah lewat RPP Kesehatan.
“Total tenaga kerja yang diserap oleh industri rokok adalah sekitar 6 juta orang. Jumlah itu tersebar dari pekerja di sektor manufaktur, distribusi, hingga perkebunan. Belum lagi, ada ribuan pedagang eceran dan jutaan pemilik warung sembako, termasuk pedagang asongan, yang pendapatannya bakal tergerus kalau aturan tembakau di RPP Kesehatan disahkan,” ujarnya.