Ekonomi Digital di ASEAN Meningkat, HSBC Luncurkan Growth Fund Rp15,8 Triliun

Francois de Maricourt, Presiden Direktur HSBC Indonesia (tengah)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Natania Longdong

JakartaHSBC resmi meluncurkan ASEAN Growth Fund senilai US$1 miliar atau setara dengan Rp15,8 triliun. Pembiayaan itu untuk mengakselerasi ekspansi perusahaan digital di kawasan ASEAN yang tumbuh pesat. 

Asosiasi Pedagang Kelontong Tolak Rancangan Permenkes Soal Kemasan Rokok Polos

Perekonomian digital di Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan dengan pertumbuhan yang paling cepat di dunia dengan nilai pasar mencapai US$218 miliar atau Rp3,4 kuadriliun pada tahun 2023. Dan, diperkirakan akan tumbuh menembus US$600 miliar (Rp9,5 kuadriliu), pada akhir dekade ini, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata (CAGR) sebesar 16 persen. 

Peluncuran ini bertujuan memberdayakan perusahaan digital di kawasan ASEAN untuk mencapai skala ekonomi yang optimal dan mengembangkan portofolio aset.

Sosialisasi di Kalangan UMKM Harus Lebih Maksimal

“Kami sangat antusias dengan berkembangnya ekonomi digital di ASEAN, termasuk Indonesia,” kata Francois de Maricourt, Presiden Direktur HSBC Indonesia.

Tabung oksigen bantuan dari HSBC untuk pasien COVID-19.

Photo :
  • Dokumentasi HSBC.
Unilever Otak Atik Strategi Dampak Boikot, Pendapatan Anjlok hingga Pilih Lepas Usaha Es Krim di Indonesia 

"Seiring dengan nilai ekonomi digital yang diperkirakan mencapai US$360 miliar pada tahun 2030, Indonesia merupakan pusat pertumbuhan ekonomi digital di kawasan ASEAN. Oleh karena itu, kami dengan bangga meluncurkan HSBC ASEAN Growth Fund dan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan digital untuk mendukung memperluas ekspansi bisnis mereka di kawasan ASEAN dan sekitarnya," tambah Francois di acara peluncuran HSBC Asean Growth Fund, di Jakarta, pada Rabu, 27 Maret 2024.

HSBC ASEAN Growth Fund berfokus pada perusahaan-perusahaan yang mengincar ekspansi ke pasar Asia Tenggara. Pendanaan ini mendukung perusahaan di sektor ekonomi baru (new economy), korporasi dan lembaga keuangan non-bank, dengan pertimbangan metrik operasional bisnis terkait portofolio aset generatif arus kas perusahaan, dibandingkan hanya berpatokan pada metrik keuangan tradisional. 

“Peluncuran pendanaan terbaru ini memungkinkan kami untuk lebih mendukung perusahaan-perusahaan ekonomi baru (new economy) di Indonesia dan ASEAN, termasuk start-ups maupun perusahaan yang sedang berkembang, seiring dengan ekspansi mereka ke ASEAN dan akselerasi siklus bisnis,” ungkap Francois.

Menurut survei terbaru HSBC terhadap 600 perusahaan yang beroperasi di Asia Tenggara, menunjukkan bahwa digitalisasi operasional adalah prioritas utama pebisnis, yang dipilih oleh 42 persen responden. Diikuti oleh pertumbuhan di Asia Tenggara 40 persen dan riset dan pengembangan 37 persen.

Investasi digital juga merupakan strategi bisnis utama bagi perusahaan di Indonesia, sebelum melakukan ekspansi ke pasar-pasar baru di ASEAN. Hampir 9 dari 10 atau 89 persen memperkirakan perdagangan intra-ASEAN akan meningkat pada tahun 2024, dengan 32 persen memperkirakan peningkatan lebih dari 30 persen.

Survei tersebut juga menemukan bahwa delapan dari 10 atau 81 persen, perusahaan di Indonesia berencana untuk berinvestasi lebih banyak di ASEAN. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan 52 persen, yang berniat meningkatkan investasinya di luar ASEAN.

Meskipun demikian, ketidakpastian makro ekonomi, perubahan peraturan dan kebijakan yang cepat merupakan hambatan utama bagi perusahaan Indonesia yang ingin berekspansi ke pasar baru di ASEAN, dengan 2 dari 3 mengatakan bahwa strategi utama untuk mengatasi hambatan ekspansi adalah kemudahan melakukan dan menerima pembayaran, yang menggarisbawahi pentingnya dukungan dan petunjuk dari mitra perbankan.

Riko Tasmaya, Managing Director, Wholesale Banking HSBC Indonesia menjelaskan bahwa adopsi digital yang cepat di ASEAN saat ini berarti dunia usaha semakin membutuhkan mitra perbankan digital. Khususnya yang mampu untuk mendukung pertumbuhan mereka.

Bank HSBC

Photo :
  • www.securityextra.com

“Perusahaan menginginkan solusi perdagangan dan pembayaran yang nyaman dan mudah digunakan, sehingga dapat memberikan lebih banyak waktu bagi pebisnis untuk fokus pada strategi dan ekspansi,” tambahnya.

“Tidak hanya itu, mitra perbankan harus sepenuhnya memahami peraturan dan budaya yang berbeda, serta menggunakan keahlian yang mumpuni untuk merumuskan solusi yang optimal, selain juga mampu memenuhi kebutuhan mendasar strategi pertumbuhan lintas negara untuk memastikan keberhasilan ekspansi bisnis, baik itu di ASEAN atau di sekitarnya," pungkas Riko.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto

Sekjen OECD Temui Prabowo di Istana Jakarta

Sekretaris Jenderal Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Mathias Cormann bertemu Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, p

img_title
VIVA.co.id
28 November 2024