Ekonomi RI Terbesar di Asia Tenggara, Ekonom: Sangat Lumrah
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, RI berhasil menduduki posisi teratas sebagai negara ekonomi terbesar di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) pada tahun 2023. Hal ini seiring dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai US$1,4 triliun.
RI tercatat berhasil menyalip Thailand yang memiliki PDB sebesar US$512,19 miliar, Singapura US$497,35 miliar, dan Filipina sebesar US$435,68 miliar.
"Indonesia berhasil meraih peringkat pertama negara dengan ekonomi terbesar di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) pada tahun 2023, dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai US$1,4 triliun. Angka tersebut setara dengan 36,7 persen dari total PDB ASEAN, atau 1,4 persen dari total PDB global," tulis BI lewat Instagramnya @bank_indonesia Jumat, 15 Maret 2024.
Bank Indonesia mengatakan, nilai PDB ini bahkan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar ke-16 di dunia, melampaui Belanda, Arab Saudi dan Turki.
Merespons hal itu, Analisis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita mengatakan bertenggernya RI di posisi pertama bukan hal yang pertama. Sebab, RI merupakan negara dengan populasi besar.
"Sebenarnya sedari dulu Indonesia adalah negara dengan kue ekonomi terbesar di Asia Tenggara, terutama karena populasi Indonesia yang besar. Jadi sangat lumrah sebenarnya posisi ekonomi Indonesia di Asia Tenggara, karena Indonesia adalah negara dengan penduduk terbesar," ujar Ronny saat dihubungi VIVA Bisnis.
Namun, terang Ronny, dari sisi PDB per kapita Indonesia masih jauh tertinggal dari Singapura, Malaysia, dan Vietnam. Sedangkan dari sisi daya saing, baik daya saing industri, SDM, dan governance, Indonesia masih jauh tertinggal dari ketiga negara tersebut.
"Jadi Indonesia belum bisa terlalu berbangga diri dengan status sebagai negara dengan PDB terbesar tersebut, karena masih banyak PR yang harus dilakukan," tegasnya.
Lanjut Ronny, untuk tahun 2024 ini dia memproyeksikan bahwa ekonomi RI berpotensi tumbuh di kisaran 5,0-5,3 persen.
"Selama pemerintah bisa tetap menjaga daya beli masyarakat sehingga tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga tetap terjaga di level 5 persen, investasi dan belanja pemerintah juga terjaga baik," imbuhnya.