Pertamina Ungkap Strategi Pastikan Keamanan Ketahanan Energi RI
- VIVA/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta – PT Pertamina Hulu Migas (PHE) menegaskan komitmen untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih, dan beriringan dengan upaya mewujudkan ketahanan energi di masa depan. Sebab, kebutuhan energi nasional di masa depan akan terus naik, dan perlu dicukupi dari energi fosil maupun energi baru terbarukan (EBT).
Direktur Eksplorasi PHE, Muharram Jaya Panguriseng mengatakan, meskipun banyak pihak menyatakan sepakat dengan perubahan menuju upaya berwawasan hijau. Namun nyatanya upaya tersebut harus dibarengi dengan wawasan soal ketahanan energi.
"Semua sependapat bahwa go green sesuatu yang mutlak, tetapi kapan? Persoalannya, ini seperti dua mata uang, di satu sisi go green, di sisi lain ketahanan energi. Dua-duanya harus menggelinding sebagai kekuatan kita," kata Muharram dalam diskusi berajuk ’Energy as A Driver of Economic Growth’ di acara Indonesian Data Economic and Conference (IDE) 2024, Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024.
Berkaca dari pentingnya menciptakan ketahanan energi, Pertamina pun agresif melakukan eksplorasi untuk menemukan sumber-sumber migas. Sebab, energi fosil masih sangat dibutuhkan dalam proses transisi energi.
Muharram mengungkapkan, pada 2023 kebutuhan energi nasional mencapai 245 mega ton setara minyak, di mana kontribusi EBT baru sekitar 13,1 persen. Sedangkan kebutuhan energi primer pada 2050 diproyeksikan mencapai 1.000 mega ton setara minyak. Pada periode itu, porsi EBT diperkirakan mencapai sebesar 32 persen.
“Ketika melihat masih ada 44 persen migas (tahun 2050) yang harus dipenuhi, itu yang menjadi semangat kami di Pertamina untuk terus melakukan eksplorasi karena kalau tidak, kita mempertaruhkan bangsa untuk menjadi konsumen," ujar Muharram.
Karenanya, Muharram berpendapat bahwa Indonesia harus bijak dalam melihat proses transisi energi. Secara gradual, Indonesia perlu memastikan bahwa energi dihasilkan semakin bersih, namun juga perlu memastikan keamanan ketahanan energi primer di masa depan.
Muharram pun mengungkapkan cara yang ditempuh Pertamina untuk mewujudkan hal tersebut. Berdasarkan analisa yang dilakukan, ada tiga golongan perusahaan minyak dalam menyikapi Kesepakatan Paris. Pertama, ada perusahaan yang langsung mengambil posisi go green. Kedua, perusahaan minyak yang tetap melanjutkan bisnis energi fosil sambil menumbuhkan energi-energi hijau.
"Kalau kita lihat mereka spend capital expenditure-nya sekitar 30 persen untuk mengembangkan energi yang green," kata Muharram.
Terakhir, lanjut Muharram, ada perusahaan minyak yang tetap tumbuh dengan mengandalkan energi fosil. Namun, perusahaan-perusahaan ini juga memastikan solusi untuk mengurangi karbon. Dia memastikan, PHE berada pada kelompok ini dengan berupaya mengurangi emisi karbon pada kegiatan operasional, melalui teknologi carbon capture storage (CCS)/carbon capture, utilization, and storage (CCUS).
"Kita juga menjaga ketahanan energi nasional, karena bangsa ini masih membutuhkan itu. Lain soal kalau memang kita sudah mendapatkan energi terbarukan, di mana Indonesia sudah percaya diri untuk beralih ke EBT," ujarnya.