Targetkan 1,5 GW Kapasitas PLTS Atap, RI Genjot Produksi 3,3 Juta Lembar Panel Surya
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta – Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) mencatat, demi memenuhi target 1 gigawatt (GW) kapasitas PLTS Atap terkoneksi jaringan PLN dan 0,5 GW dari non-PLN, maka setidaknya Indonesia membutuhkan 3,3 juta lembar panel surya.
Karenanya, Plt. Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Jisman P Hutajulu mengatakan, guna mempercepat implementasi PLTS Atap itu, Kementerian ESDM telah menerbitkan Permen ESDM No 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU), sebagai revisi dari Permen ESDM No. 26 tahun 2021.
Dia menjelaskan, isi dari Permen ESDM No. 2 Tahun 2024 itu antara lain mengatur instalasi PLTS Atap, baik untuk PLN dan wilayah usaha (wilus) non-PLN. Jisman berharap, program PLTS Atap ini nantinya akan turut mendorong tumbuh kembangnya industri modul surya di Indonesia.
"Jika diasumsikan bahwa kapasitas 1 modul surya adalah sebesar 450 Wp, maka diperlukan produksi sekitar 3,3 juta panel surya. Hal ini tentunya juga akan mendorong tumbuhnya industri modul surya di Indonesia," kata Jisman dalam Sosialisasi Permen ESDM No. 2/2024 di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024.
Guna mendukung hilirisasi industri panel surya di dalam negeri, Dia mengakui bahwa sebenarnya Indonesia telah memiliki sumber daya yang bisa mendukung industri tersebut di sisi hulu. Misalnya yakni seperti pasir silika.
Karenanya, Jisman berharap program PLTS Atap itu nantinya juga bisa mendukung rencana pembangunan industri hulu panel surya di Tanah Air. "Yang rencananya akan dibangun di Jawa Tengah, Pulau Batam, dan Pulau Rempang," ujarnya.
Pemerintah pun mendorong masyarakat untuk berkontribusi langsung dalam upaya pemanfaatan energi hijau, melalui program PLTS Atap tersebut. Diharapkan, hal itu dapat meningkatkan kesadaran masyarakat, dalam melakukan efisiensi energi dengan memaksimalkan penggunaan PLTS Atap khususnya di siang hari.
"Tapi hal yang juga perlu disadari adalah bahwa PLTS Atap itu memiliki sifat intermittent. Maka pengembangannya harus dihitung secara cermat dengan memperhatikan keandalan sistem, sehingga perlu ditetapkan kuota PLTS setiap tahunnya yang masuk ke suatu sistem tersebut," kata Jisman.
Dia menambahkan, melalui penerbitan Peraturan Menteri ESDM tentang PLTS Atap sejak 2018, implementasi pemanfaatannya untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan energi bersih sebenarnya sudah dimulai kala itu. Meskipun, Jisman mengakui bahwa hingga saat ini upaya impelentasi tersebut memang agak tersendat.
"Capaian pengembangan PLTS Atap hingga Desember 2023 baru mencapai 140 MW, sehingga perlu dilakukan percepatan pengembangan. Maka pemerintah pun mengapresiasi upaya dari setiap pemangku kepentingan, dalam pengembangan PLTS Atap dengan berbagai hambatan yang dihadapi," ujarnya.