Potensi Wakaf RI Tembus Rp 180 Triliun, Begini Caranya Bisa Bantu Genjot Ekonomi Berkelanjutan
- VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta – Kementerian Agama mencatat bahwa sebagai negara dengan populasi muslim terbesar didunia, potensi wakaf di Indonesia sangat besar. Di mana, sampai saat ini Tidak kurang dari 57,236 hektare tanah telah berstatus wakaf.
Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia (BI), Rifki Ismal mengatakan, bahkan apabila dilihat dari jumlah wakaf uang, totalnya mencapai angka Rp 2,23 triliun, di mana Rp 840 miliar di antaranya dalam bentuk instrument Cash Wakaf Linked Sukuk.
Meski demikian, Rifki menyayangkan bahwa mayoritas pemanfatan terbesar dari potensi wakaf itu, nyatanya masih berorientasi pada aspek-aspek terkait kemanfaatan sosial semata. Misalnya seperti untuk kebutuhan 3M, yakni Masjid/Musholla, Madrasah, dan Makam.
Padahal, dalam upaya percepatan untuk menjadikan Indonesia sebagai Pusat Industri Halal Dunia, salah satu pilarnya adalah penguatan sistem keuangan syariah yang di dalamnya terdapat sistem keuangan sosial termasuk wakaf.
"Maka sudah sewajarnya wakaf dikembangkan melalui strategi pengembangan model bisnis yang modern," kata Rifki dalam diskusi 'Indonesia Waqf Outlook 2024' yang digelar Taha Institute di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 1 Maret 2024.
Selain modernisasi strategi pengembangan bisnis, Rifki menambahkan bahwa hal itu juga harus diiringi dengan penguatan kompetensi dan literasi, serta pengembangan digitalisasi guna meningkatkan mobilisasi dana. "Serta efisiensi dan efektifitas penyaluran manfaatnya," ujar Rifki.
Apalagi, Dia juga mengakui bahwa besarnya jumlah potensi wakaf yang ada di Indonesia tersebut, memang masih jauh dari potensi sebenarnya yang bisa dimanfaatkan secara lebih luas.
Bahkan, lanjut Rifki, Badan Wakaf Indonesia (BWI) mencatat bahwa potensi wakaf uang maupun wakaf melalui uang yang ada di Tanah Air saat ini, seluruhnya dapat mencapai angka Rp 180 triliun.
"Sayangnya, angka-angka tersebut masih berupa hitungan di atas kertas. Maka ke depannya, apabila pemanfaatan wakaf ini dapat diarahkan pada pengembangan aset produktif dan komersial, kami yakin peran aset wakaf dapat melahirkan multiplier ekonomi yang lebih tinggi guna menyejahterakan masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua BWI Imam T Saptono menyebutkan bahwa Indonesia kini memasuki Era Baru Perwakafan ditandai upaya memasukkan wakaf ke dalam arus utama (mainstream) sistim perekonomian. Hal ini antara lain ditandai oleh dimasukkannya wakaf dalam visi dan misi semua Capres-Cawapres, juga dikeluarkannya produk hukum seperti UUP2SK yang membolehkan Bank Syariah sebagai nadzir wakaf uang.
Demikian halnya dengan inovasi-inovasi instrumen keuangan seperti Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS), Cash Waqf Linked Deposit (CWLD), Sukuk Linked Wakaf, Wakaf Manfaat Asuransi dan banyak lagi.
Namun demikian instrument wakaf saja menurutnya tidak cukup, perlu pendekatan yang lebih sistematis berupa inovasi kelembagaan seperti penciptaan Lembaga Penjaminan Pembiayaan Aset Wakaf, Surat Kepemilikan Gedung di atas tanah wakaf hingga amandemen UU Wakaf.
“Agar lebih progressive, modern dan adaptive khususnya terhadap perkembangan digitalisasi,” tambahnya.
Deputi Direktur Keuangan Sosial Syariah KNEKS Urip Budiarto pun memaparkan tentang Peta Jalan (Roadmap) Perwakafan Nasional 2024-2029. Dalam roadmap tersebut wakaf dicanangkan sebagai pilar pertumbuhan dan ketahanan Ekonomi Nasional.
Terdapat lima langkah utama yakni peningkatan literasi dan menjadikan wakaf sebagai gaya hidup Masyarakat, pengelolaan aset wakaf yang professional, inovasi dan diversifikasi aset wakaf serta digitalisasi proses wakaf.
“Kemudian, meningkatkan sinergi dan kolaborasi seluruh stakeholder wakaf guna menciptakan ekosistem wakaf yang terintegrasi dan menjadikan Indonesia sebagai acuan terbaik tata laksana perwakafan global,” ungkapnya.
Sedangkan, Ahmad Soleh dari Subdit Pengamanan Aset Wakaf, Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI menyebutkan ke depannya upaya penguatan kelembagaan terus dilakukan seperti penguatan sistim dan pelaporan LKSPWU. Lalu, digitalisasi proses wakaf mulai proses ikrar wakaf, pelaporan hingga database aset wakaf, perluasan sertifikasi nadzir serta penerapan akreditasi nadzir.
Hingga ke depannya diharapkan nadzir akan lebih kompeten, professional dan terpercaya. Tidak kalah pentingnya adalah upaya percepatan sertifikasi tanah wakaf yang saat ini baru mencapai 47 persen, di tahun 2024 Kemenag mentargetkan 30,000 sertifikasi tanah wakaf dapat dirampungkan.
“Tidak kalah penting adalah harmonisasi peraturan, mulai dari amandemen UU Wakaf serta pengaturan kelembagaan terkait pola hubungan kerja antara Kementerian Agama, BWI dan BWI Propinsi,” ujarnya.