Dirjen Migas Tugaskan SKK Migas Ikut Urus CO2
- VIVA/Mohammad Yudha Prasetya
Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberi tugas baru untuk Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), yakni mengurus karbon dioksida (CO2) di hulu migas.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menekankan, pihaknya akan terus mendorong revisi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dimana di dalamnya disebutkan bahwa ruang lingkup Ditjen migas hanya seputar hidrokarbon, sedangkan CO2 bukan termasuk hidrokarbon.
"SKK Migas sudah saya sampaikan berkali-kali harus berubah, harus mengelola CO2," kata Tutuka di kantor Lemigas, Jakarta, Selasa, 20 Februari 2024.
Dia menambahkan, seiring dengan kampanye transisi energi, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) diyakini juga bakal merubah lini bisnisnya ke pengelolaan CO2, melalui teknologi Carbon Capture Storage/Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCS/CCUS).
"Ini akan jadi satu bisnis baru yang besar. Saat ini, movementnya sudah mulai muncul terkait ketertarikan di bidang ini," ujarnya.
Apalagi, pemerintah juga telah meluncurkan Perpres Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon. Di dalamnya, termaktub soal penerapan CCS/CCUS di wilayah kerja (WK) migas, yang bergantung pada skema kontrak kerja sama masing-masing blok.
"Jadi kalau misal PSC-nya cost recovery ya cost recovery juga (CCS/CCUS), kemudian kalau gross split ya gross split juga. Perpres ini juga mengakomodasi Permen ESDM ya, melingkupi," kata Tutuka.
Menurutnya, SKK Migas sendiri sejatinya telah menerbitkan PTK SKK Migas Nomor 70 Tahun 2024, yang memungkinkan KKKS untuk memanfaatkan potensi injeksi yang ada di WK migas untuk menampung CO2. Tak hanya CO2 dari kegiatan industri hulu migas, PTK SKK Migas Nomor 70 Tahun 2024 itu juga akan mengakomodir penampungan karbon dari luar wilayah kerja minyak dan gas bumi.
"Dari luar WK migas bisa dimasukkan. Dengan skema ini, kegiatan operasi perminyakan bisa berdampingan antara CCS dan CCUS, saling mendukung," ujar Tutuka.
Meski demikian, Tutuka mengatakan bahwa pemerintah akan menerbitkan semacam izin terlebih dahulu, untuk skema Wilayah Izin Penyimpanan Karbon. Izin itu mencakup eksplorasi selama enam tahun, dilanjutkan dengan izin operasi penyimpanan karbon berdurasi tiga tahun.
"Saat ini prosesnya dimasukkan ke dalam revisi PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Usaha Berbasis Risiko," ujarnya.